MTSN JANAPRIA (HAKIKAT PTK BAGI GURU)

Bookmark and Share
"
PENGANTAR
Tulisan ini bermaksud untuk menggugah, menyadarkan, merangsang dan mendorong setiap guru melakukan penelitian tindakan kelas (PTK) secara kolaboratif dan bukan dimaksudkan untuk menggurui para guru “yang sudah berpengalaman”. Setiap guru diharapkan akan memiliki bekal wawasan awal untuk menuju ke wawasan dan pemahaman yang benar, lebih luas, dan dinamis tentang PTK. Agar dengan demikian, nantinya setiap guru memiliki kemampuan untuk melakukan penelitian tindakan kelas baik secara mandiri, terutama secara kolaboratif. Dengan melakukan penelitian tindakan kelas secara kolaboratif, guru dapat menciptakan kemitraan yang fungsional dan profesional dengan pihak-pihak lain yang berkompeten, sehingga pada akhirnya

A.Pengertian dan Karakteristik PTK

1.Pengertian
PTK adalah terjemahan  dari bahasa Inggris “classroom action research”, yang saat ini sedang berkembang dengan pesatnya di negara-negara maju seperti Inggris, Amerika, Australia, Canada. Para ahli penelitian pendidikan  akhir-akhir ini memberi perhatian yang  cukup  besar terhadap PTK, karena jenis penelitian ini mampu menawarkan cara dan prosedur baru untuk memperbaiki dan meningkatkan profesionalisme  guru dalam proses belajar-mengajar di kelas  dengan  melihat berbagai indikator keberhasilan proses dan hasil pembelajaran yang  terjadi pada siswa. McNiff (1999: 1) dalam bukunya yang berjudul Action Research  Principles and Practice memandang PTK sebagai  bentuk penelitian reflektif yang dilakukan oleh guru sendiri yang hasilnya  dapat dimanfaatkan sebagai alat untuk pengembangan kurikulum, pengembangan sekolah, pengembangan keahlian mengajar, dan sebagai  salah  satu bentuk  evaluasi  diri  guru. MTSN JANAPRIA       
Dalam PTK guru dapat meneliti sendiri praktek pembelajaran yang  ia lakukan di kelas. Dengan penelitian tindakan kelas, guru  dapat melakukan penelitian terhadap siswa dilihat dari aspek interaksinya dalam proses pembelajaran Dalam PTK guru dan pihak lain/ahli kependidikan secara kolaboratif juga dapat melakukan penelitian terhadap proses dan atau produk pembelajaran secara reflektif di kelas. Yang  paling  penting, dengan melakukan  penelitian tindakan guru dapat memperbaiki praktek-praktek pembelajaran menjadi lebih efektif.
Namun demikian, dapat muncul pertanyaan : “Haruskah guru mengorbankan proses pembelajaran demi melakukan PTK ?” Pada dasarnya tidak, karena justru dengan melakukan PTK guru akan  dapat meningkatkan kualitas proses dan produk pembelajarannya. Penelitian tindakan kelas tidak harus membebani pekerjaan guru dalam kesehariannya. Jika guru melakukannya secara kolaboratif dengan dosen perguruan tinggi khususnya LPTK  tentu hal itu tidak akan bertujuan untuk mengesampingkan tugas mengajar sehari-hari. Sebaliknya PTK dapat dilaksanakan secara terintegrasi dengan kegiatan sehari-hari. Oleh sebab itu guru tidak perlu risau dan takut terganggu dalam  mencapai target kurikulernya jika akan melaksanakan PTK   MTSN JANAPRIA        
Penelitian  tindakan kelas juga dapat menjembatani kesenjangan  antara teori dan praktek pendidikan. Hal ini dapat terjadi karena  setelah meneliti kegiatannya sendiri, di kelas sendiri dengan melibatkan siswa sendiri, melalui sebuah tindakan-tindakan yang direncanakan,  dilaksanakan,  dan dievaluasi, guru akan memperoleh umpan balik  yang  sistematik mengenai  apa yang selama ini selalu dilakukan dalam kegiatan belajar-mengajar. Dengan demikian guru dapat membuktikan apakah suatu teori belajar-mengajar  dapat  diterapkan dengan baik di kelas yang  ia  miliki. Jika sekiranya ada teori yang tidak cocok dengan kondisi kelasnya, melalui PTK guru dapat mengadaptasi teori yang ada untuk kepentingan  proses dan atau produk pembelajaran yang lebih efektif, optimal, dan  fungsional MTSN JANAPRIA,MTSN JANAPRIA,MTSN JANAPRIA,MTSN JANAPRIA        
Dari sisi lain, dalam  PTK, guru juga dapat  melihat,  merasakan,  dan menghayati apakah praktek-praktek pembelajaran yang selama ini dilakukan memiliki efektivitas yang tinggi. Jika dengan penghayatannya  itu guru dapat menyimpulkan bahwa praktek-praktek pembelajaran tertentu  seperti: pemberian pekerjaan rumah siswa yang terlalu banyak, umpan  balik  yang bersifat  verbal terhadap kegiatan siswa di kelas tidak  efektif,  cara bertanya guru kepada siswa di kelas tidak mampu merangsang siswa  untuk berpikir,  dan sebagainya, maka guru dapat merumuskan secara  tentatif tindakan tertentu untuk memperbaiki keadaan tersebut dengan melalui prosedur PTK. MTSN JANAPRIA,MTSN JANAPRIA,MTSN JANAPRIA,MTSN JANAPRIA     
Dari uraian di atas kita dapat mendefinisikan pengertian PTK secara lebih lugas. Secara singkat PTK dapat didefinisikan sebagai: “suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan  melakukan  tindakan-tindakan tertentu  agar dapat memperbaiki dan atau  meningkatkan  praktek-praktek pembelajaran  di kelas secara lebih profesional.” MTSN JANAPRIA,MTSN JANAPRIA,MTSN JANAPRIA        
Oleh karena  itu,  PTK terkait erat dengan persoalan praktek pembelajaran sehari-hari yang  dihadapi oleh  guru. Sebagai contoh, jika guru menghadapi  persoalan rendahnya minat baca siswa, sehingga kondisi ini sangat menghambat  pencapaian tujuan kurikuler, maka guru dapat melakukan penelitian tindakan kelas agar minat baca siswa dapat ditingkatkan. Dengan penelitian tindakan kelas guru dapat mencoba berbagai tindakan yang berupa program  pembelajaran tertentu seperti mencoba menggunakan  bahan bacaan yang memiliki  gambar dan ceritera yang  menarik,  memanfaatkan ceritera-ceritera lokal, menggunakan  buku yang memiliki ceritera lucu,  dan sebagainya. Dari program  pembelajaran yang dirancang sebagai bentuk PTK akhirnya guru dapat memperbaiki persoalan rendahnya minat baca para siswanya. Sebaliknya.  jika sebenarnya siswa telah memiliki minat baca yang tinggi, akan  tetapi  tidak dapat memanfaatkan bahan bacaan secara  tepat,  guru juga  dapat  melakukan PTK untuk mencari dan memilih terapi  yang  tepat terhadap  kesalahan  siswa dalam memanfaatkan bahan bacaan  yang  kurang fungsional.
2.Karakteristik PTK          
Apa yang menjadi karakteristik penting bagi penelitian  tindakan kelas  ? Semua penelitian memang berupaya untuk memecahkan  suatu  problema. Di lihat dari segi problema yang harus dipecahkan, penelitian  kelas  memiliki karakteristik penting yaitu bahwa problema  yanc  diangkat untuk dipecahkan melalui PTK harus selalu berangkat dari persoalan praktek pembelajaran sehari-hari yang dihadapi oleh guru. Jadi PTK akan dapat dilaksanakan jika guru sejak awal memang menyadari adanya persoalan yang terkait dengan  proses dan produk pembelajaran yang ia  hadapi  di kelas.  Kemudian dari persoalan itu guru menyadari pentingnya  persoalan tersebut untuk dipecahkan secara profesional.
Jika  seorang guru merasa bahwa apa yang dia praktekkan  sehari-hari di kelas tidak bermasalah, PTK tidak diperlukan lagi bagi guru tersebut.  MTSN JANAPRIA,MTSN JANAPRIA        
Persoalannya  ialah tidak semua guru mampu melihat  sendiri apa yang telah dilakukan bantuan orang lain untuk melihat apa yang selama ini dilakukan dalam proses belajar-mengajar di kelasnya. Dalam konteks seperti itu guru lain/dosen dan guru dapat duduk bersama, berdiskusi dengan guru untuk mencari dan merumuskan persoalan pembelajaran  di kelas. Dengan demikian guru dan guru lain/dosen dapat melakukan penelitian tindakan kelas secara kolaboratif. Dari sinilah akan muncul kesadaran terhadap kemungkinan adanya banyak masalah yang diperbuat  selama guru itu melaksanakan proses belajar-mengajar. Jika guru bersedia melakukan PTK secara kolaboratif dengan para dosen/guru lain, banyak  manfaat yang akan diperolehnya baik secara profesional maupun secara  fungsional dalam meningkatkan kariernya. Karya tulis ilmiah semakin diperlukan  oleh guru  di masa depan. Penelitian tindakan kelas secara kolaboratif akan  mampu menawarkan peluang yang luas terhadap terciptanya karya tulis bagi guru sambil mengajar di kelas sesuai dengan rancangan PTK yang akan  di kolaborasikan dengan para guru lain/dosen.
Karakteristik berikutnya dapat dilihat dari bentuk nyata  kegiatan penelitian itu sendiri. Penelitian tindakan Relas memiliki karakteristik yang khas, yaitu adanya tindakan-tindakan (aksi)  tertentu  untuk memperbaiki proses belajar-mengajar di kelas. Tanpa  tindakan  tertentu suatu penelitian juga dapat dilakukan di dalam kelas, yang kemudian sering  disebut dengan “penelitian kelas”. Misalnya, guru  dapat melakukan  penelitian mengenai tingkat keseringan siswa dalam membolos.  MTSN JANAPRIA,MTSN JANAPRIA     
Jika penelitian itu dilakukan tanpa disertai tindakan-tindakan tertentu, maka jenis penelitian yang dicontohkan itu bukan termasuk dalam penelitian tindakan  kelas. Penelitian yang dicontohkan itu hanya sekedar ingin  tahu, tidak ingin memperbaiki keadaan tingginya tingkat pembolosan siswa melalui tindakan-tindakan tertentu.  Sebaliknya,  jika  dengan penelitian itu guru  mencoba  berbagai tindakan untuk mencegah terjadinya pembolosan, sehingga proses  belajar-mengajar dapat berjalan dengan lebih baik dan efektif, baru  penelitian itu  termasuk dalam kategori penelitian tindakan kelas.  Tindakan  untuk mencegah tingginya pembolosan siswa mungkin dapat berbentuk  diciptakannya sistem presensi yang dilakukan oleh siswa sendiri, mungkin dapat berbentuk  pengalihan pengawasan secara kelompok oleh, dari dan untuk siswa sendiri, mungkin dapat diciptakan sistem ulangan harian pada hari-hari  di mana siswa biasa melakukan tindakan membolos,  dan  sebagainya. Penelitian-penelitian  kelas yang dilakukan dengan  mencobakan  berbagai tindakan seperti inilah yang menjadi karakteristik penting bagi PTK.

B.Tujuan Penelitian Tindakan Kelas     

Tujuan melakukan penelitian tindakan kelas  yang paling lugas adalah untuk peningkatan dan atau perbaikan praktek  pembelajaran  yang seharusnya dilakukan oleh guru. Saat ini  masyarakat  kita berkembang begitu cepat. Akibatnya tuntutan terhadap layanan  pendidikan yang harus dilakukan oleh guru juga meningkat. Penelitian tindakan merupakan salah satu cara yang strategis bagi guru untuk meningkatkan  dan atau memperbaiki layanan pendidikan bagi guru dalam konteks pembelajaran di kelas. Bahkan McNiff (1992) menegaskan bahwa dasar utama bagi dilaksanakannya  Penelitian Tindakan Kelas adalah untuk perbaikan. Kata perbaikan di sini terkait dan memiliki konteks dengan proses pembelajaran.  SABA DESA JANAPRIA        
Tujuan itu dapat  dicapai dengan melakukan berbagai tindakan alternatif dalam memecahkan  berbagai persoalan pembelajaran di kelas. Oleh karena itu fokus penelitian tindakan kelas adalah terletak pada tindakan-tindakan alternatif yang direncanakan  oleh guru, kemudian dicobakan, dan kemudian dievaluasi apakah tindakan-tindakan alternatif itu dapat digunakan untuk memecahkan persoalan pembelajaran yany sedang dihadapi oleh guru.  Jika perbaikan dan peningkatan layanan profesional guru dalam konteks pembelajaran dapat terwujud berkat diadakannya penelitian  tindakan kelas,  ada tujuan penyerta yang juga dapat dicapai sekaligus dalam  kegiatan penelitian itu. Tujuan penyerta apa itu ?  Tujuan yang dapat dicapai ialah berupa terjadinya proses latihan dalam jabatan selama proses penelitian tindakan kelas itu berlangsung. Hal ini dapat terjadi  karena tujuan utama Penelitian Tindakan Kelas adalah perbaikan dan  peningkatan layanan pembelajaran.
 Dengan demikian guru akan lebih  banyak  berlatih mengaplikasikan berbagai tindakan alternatif sebagai upaya untuk meningkatkan layanan pembelajaran, dari pada perolehan pengetahuan umum dalam bidang pendidikan yang dapat digeneralisasikan. Dengan  kata  lain, guru akan lebih banyak  mendapatkan pengalaman tentang keterampilan praktek pembelajaran secara reflektif, dan bukannya bertujuan untuk mendapatkan ilmu baru dari penelitian tindakan  kelas yang dilakukan itu. Borg (1986) juga menyebutkan secara eksplisit bahwa tujuan  utama dalam penelitian tindakan ialah pengembangan  keterampilan guru berdasarkan pada persoalan-persoalan pembelajaran yang  dihadapi oleh  guru di kelasnya sendiri, dan bukannya bertujuan untuk  pencapaian pengetahuan umum dalam bidang pendidikan SABA DESA JANAPRIA     

C.Manfaat Penelitian Tindakan Kelas     

Akan diperoleh banyak manfaat dengan  dilakukannya penelitian tindakan kelas. Hal itu antara  lain dapat dilihat dan dikaji dalam beberapa komponen pendidikan dan atau pembelajaran di kelas. Kemanfaatan yang terkait dengan komponen  pembelajaran antara lain mencakup: SABA DESA JANAPRIA  
1.  Inovasi pembelajaran,         
2.  Pengembangan kurikulum  di  tingkat  sekolah dan di tingkat kelas,
3.  Peningkatan profesionalisme guru       
Dalam inovasi pembelajaran, guru perlu selalu mencoba untuk  mengubah, mengembangkan, dan meningkatkan gaya mengajarnya agar ia mampu melahirkan model pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan  kelasnya.  Guru selalu berhadapan dengan siswa yang berbeda dari tahun ke  tahun.  Oleh sebab itu jika guru melakukan penelitian tindakan kelas  dari  kelasnya sendiri, dan berangkat dari persoalannya sendiri, kemudian menghasilkan solusi terhadap persoalan tersebut, maka secara tidak langsung ia  telah terlibat dalam proses inovasi pembelajaran. Dengan cara seperti itu inovasi pembelajaran benar-benar berangkat dari realitas permasalahan  yang dihadapi oleh guru dalam mengajar di kelas. Inovasi pembelajaran seperti ini  dengan sendirinya akan jauh lebih efektif jika dibandingkan  dengan penataran-penataran untuk tujuan yang serupa. Mengapa demikian ?  Karena penataran tidak jarang berangkat dari teori yang belum tentu sesuai dengan  kebutuhan guru secara individual bagi pemecahan persoalan  pembelajaran di kelasnya. SABA DESA JANAPRIA  
Sebaliknya,  penelitian tindakan kelas akan selalu  relevan  dengan kebutuhan guru untuk mengadakan inovasi dalam proses  pembelajaran.  Di samping penelitian  itu berangkat dari realitas kegiatan  guru, dalam proses penelitian tindakan kelas sangat terbuka bagi guru untuk merumuskan masalahnya sendiri, meneliti sendiri, dan kemudian mengevaluasi sendiri bagi efektivitas model-model pembelajaran di kelasnya. Hal ini sesuai  dengan pendapat Rapoport (1970) antara lain yang menyatakan bahwa penelitian tindakan memiliki kepedulian terhadap  pemecahan  persoalan-persoalan praktik yang dihadapi oleh manusia dalam pekerjaannya  sehari-hari.
Dari segi pengembangan kurikulum, dalam kaitan dengan peran guru sebagai pengembang kurikulum, penelitian tindakan kelas  juga dapat dimanfaatkan secara efektif oleh guru. Guru kelas juga harus bertanggung jawab terhadap pengembangan kurikulum dalam sekolah  dan atau  kelas. Untuk kepentingan pengembangan kurikulum pada level kelas, penelitian tindakan kelas akan sangat bermanfaat jika digunakan  sebagai salah satu sumber masukan. SABA DESA JANAPRIA, SABA DESA JANAPRIA       
Hal ini  menjadi  demikian karena menurut Elliott (1992), proses reformasi kurikulum secara teoritik tidak  netral. Sebaliknya, proses itu akan dipengaruhi oleh gagasan-gagasan yang saling berhubungan mengenai hakikat pendidikan, pengetahuan,  dan pengajaran. Penelitian tindakan kelas dapat membantu guru untuk lebih dapat memahami  hakikat tersebut secara empirik, dan bukan hanya sekedar pemahaman yang bersifat teoritik.
Jika penelitian tindakan kelas dilihat dari  aspek  profesionalisme guru dalam proses pembelajaran, memiliki manfaat yang  sangat penting.  Guru yang profesional tentu tidak enggan melakukan  perubahan-perubahan dalam praktek pembelajarannya sesuai dengan kondisi  kelasnya. Penelitian tindakan kelas merupakan salah satu media yang dapat digunakan oleh guru untuk memahami apa yang terjadi di kelas, dan kemudian meningkatkannya  menuju  ke arah perbaikan-perbaikan  secara  profesional. Bahkan dalam konteks profesionalisme guru, McNiff (1992: 9)
menyatakan bahwa dalam penelitian tindakan kelas guru ditantang untuk memiliki  keterbukaan terhadap pengalaman dan proses-proses pembelajaran yang  baru. Dengan  demikian tindakan-tindakan dalam penelitian tindakan kelas  juga merupakan pendidikan bagi guru. Keterlibatan guru dalam penelitian  tindakan kelas, oleh karenanya, akan secara tidak langsung dapat meningkatkan profesionalisme guru dalam proses pembelajaran. SABA DESA JANAPRIA, SABA DESA JANAPRIA        
Guru yang profesional perlu melihat dan menilai sendir secara  kritis terhadap praktek pembelajarannya di kelas.  Dengan  melihat  unjuk kerjanya sendiri, kemudian direfleksikan, dan lalu diperbaiki, guru pada akhirnya akan mendapat otonomi secara profesional. Konsep penting  dalam pendidikan ialah selalu adanya upaya perbaikan dari waktu ke waktu  pada proses pembelajaran. Perbaikan pembelajaran yang dapat dilakukan akibat dari diadakannya penelitian tindakan kelas akan memungkinkan bagi guru, sebagai peneliti dalam penelitian tindakan kelas,  untuk  meningkatkan  profesionalismenya secara sistematik dan sistemik.

D Penerapan Penelitian Tindakan Kelas     

Bila guru akan  menerapkan penelitian tindakan kelas, bagaimana memulainya.  Perlukah penelitian tindakan kelas dilakukan di kelas tempat guru yang bersangkutan mengajar? Faktor utama yang harus dimiliki guru ialah perasaan ketidakpuasan terhadap praktek pembelajaran yang selama ini dilakukan. Manakala guru selalu merasa puas dengan apa yang  ia lakukan dalam proses pembelajaran di kelasnya, meskipun sebenarnya  terdapat beberapa atau bahkan banyak hambatan diaIami dalam proses itu, sulit kiranya bagi guru untuk memunculkan pertanyaan seperti di atas, yang kemudian dapat menggiring dimulainya sebuah PTK. leh sebab itu agar guru dapat menerapkan penelitian tindakan kelas dalam upayanya untuk memperbaiki dan atau meningkatkan layanan  pembelajaran secara lebih profesional, ia dituntut keberaniannya untuk mengatakan  secara jujur kepada dirinya sendiri mengenai sisi-sisi  lemah yang dimiliki dalam proses pembelajaran di kelas. Dengan kata lain guru harus mampu merefleksi, merenung, berpikir balik, terhadap apa saja yang telah dilakukan dalam proses pembelajaran dalam rangka mengidentifikasi sisi-sisi  lemah yang mungkin  ada. Dalam proses perenungan itu mungkin  guru  akan  menemukan kelemahan-kelemahan praktek pembelajaran yang selama ini selalu dilakukannya tanpa disadari. SABA DESA JANAPRIA, SABA DESA JANAPRIA, SABA DESA JANAPRIA        
Sebagai contoh dalam perenungan  itu akhirnya  guru menyadari bahwa anak didiknya selalu mengalami kesulitan untuk belajar bilangan pecahan. Di lihat dari pencapaian hasil belajar para siswa selalu mendapatkan nilai yang amat  jelek pada penjumlahan dan pengurangan bilangan pecahan. Untuk mengatasi  persoalan ini guru dapat melakukan penelitian tindakan kelas dengan mencoba berbagai alternatif model pembelajaran agar siswa dapat belajar bilangan pecahan dengan lebih mudah. Model pembelajaran yang perlu dicobakan dalam penelitian  tindakan kelas itu mungkin dapat menggunakan gambar (diagram)  yang  dibagi-bagi menurut pecahan tertentu, atau mungkin dapat menggunakan alat peraga dari  benda lunak yang bentuknya teratur yang dapat  dibagi-bagi  sesuai dengan  kaedah dan prinsip bilangan pecahan yang akan diajarkan.  Dengan melakukan tindakan itu kemudian guru mengamati dan juga merefleksi  kembali mengenai efektvitas tindakan-tindakan yang dicobakan dalam upayanya untuk  mernudahkan siswa belajar bilangan pecahan. Dengan mencobakan  itu akhirnya  guru dapat menemukan model dan atau  metoda mengajar bilangan pecahan yang paling tepat agar para siswa lebih mudah memahaminya.  SABA DESA JANAPRIA, SABA DESA JANAPRIA, SABA DESA JANAPRIA       
Begitu juga jika guru menghadapi kesulitan untuk menanamkan  sikap disiplin pada anak didik, penelitian tindakan  kelas dapat  dimanfaatkan untuk mengatasi permasalahan ini.  Dalam penelitian itu mungkin guru dapat mencoba dengan berbagai tindakan seperti menciptakan sistem reward (hadiah) bagi siswa yang dapat menegakkan  disiplin; atau mungkin guru  dapat  mencoba  tindakan berupa latihan-latihan gerakan yang disertai dengan nyanyian-nyanyian yang memiliki pesan nilai-nilai kedisiplinan, dan sebagainya. Pendek kata penelitian tindakan  kelas dapat  dimanfaatkan guru untuk memperbaiki persoalan-persoalan  praktek pembelajaran di kelasnya sendiri. Dengan pemanfaatan penelitian tindakan kelas  guru akhirnya dapat menemukan solusinya berupa tindakan-tindakan yang paling efektif untuk memecahkan persoalan pembelajaran yang dihadapinya. Agar dapat mengoptimalkan penerapan penelitian kelas bagi perbaikan  proses pembelajaran, guru perlu memulainya sedini  mungkin  begitu merasakan  adanya persoalan-persoalan dalam proses  pembelajaran.  Untuk dapat segera memulai dan menerapkan penelitian tindakan kelas, ada  petunjuk praktis dari McNiff yang perlu kita perhatikan, yaitu:
1. Berangkatlah dari persoalan yang kecil dahulu.
Jika  proses pembelajaran dapat meliputi  perencanaan,  implementasi, dan evaluasi,  ambilah salah satu aspek atau bahkan bagian  dari  salah satu aspek pembelajaran tersebut. Sebagai contoh, guru dapat melakukan penelitian tindakan dalam aspek perencanaan pembelajaran: cara mengkomuikasikan silabi kepada siswa, menentukan tujuan belajar bagi mata pelajaran tertentu, penjadwalan mata pelajaran tertentu, dsb.  Dalam aspek implementasi  perencanaan pembelajaran guru dapat melakukan penelitian tindakan kelas dengan berbagai persoalan kecil seperti: peningkatan kualitas  bertanya guru kepada siswa, relevansi metode dengan materi ajar, persoalan  pengelompokan siswa untuk kepentingan pembelajaran di kelas, dsb.
2. Rencanakan penelitian tindakan itu secara cermat .
Penerapan  penelitian tindakan kelas untuk perbaikan proses pembelajaran harus direncanakan secara cermat Perencanaan yang cermat ini pada hakekatnya menyangkut skenario  tindakan-tindakan apa saja yang akan dicobakan. dalam penelitian  itu, persoalan mana yang harus dipecahkan terlebih  dahulu,  kelas mana yang harus dilibatkan, rekan guru mana yang harus dilibatkan  dalam penelitian itu, kepada siapa harus meminta bantuan konsultasi, dsb. Pendek kata, semua kegiatan yang harus dilakukan dalam skenario  penelitian harus direncanakan secara teliti, cermat dan tuntas.  MTSN JANAPRIA, MTSN JANAPRIA, MTSN JANAPRIA     
 3. Susunlah jadwal yang realistik :
Penelitian tindakan kelas melibatkan siswa untuk berpartisipasi dalam mencoba berbagai tindakan dalam penelitian  dengan melalui beberapa putaran (siklus). Oleh sebab itu  guru harus menentukan jadwal dari setiap tindakan yang dicobakan serealistik mungkin.  Artinya, jangan sampai terjadi penjadwalan yang tidak  sesuai dengan: tuntutan kurikulum, rentang masa belajar siswa secara formal di sekolah (misalnya: semester I, semester II), jadwal mata pelajaran setiap hari, dsb. Untuk menghindari kegagalan dalam penjadwalan perlu juga disusun jadwal yang ideal dan jadwal yang agak lebih longgar agar  jika terjadi kemelesetan implementasi suatu tindakan dalam suatu putaran  dapat diantisipasi sejak awal. MTSN JANAPRIA, MTSN JANAPRIA       
4. Libatkan pihak lain
Dalam melakukan penelitian tindakan guru perlu melibatkan pihak  lain agar kesahihan tindakan-tindakan yang dicobakan dapat dijaga. Penelitian tindakan lebih memiliki jiwa atau sifat melibatkan pihak lain  bukannya sebuah  penelitian  pada orang lain. Oleh sebab itu  keterlibatan  pihak lain seperti guru lain, siswa, kepala sekelah, pengawas, harus dipandang sebagai mitra kerja dalam rangka pelaksanaan penelitian tindakan kelas.
5. Buatlah pihak lain yang terkait terinformasi       
Dalam melakukan penelitian tindakan kelas guru perlu menginformasikan kegiatan-kegiatan yang akan dicobakan dalam penelitian itu kepada pihak-pihak lain yang terkait. Tujuan utama untuk melakukan hal ini ialah agar tindakan dalam penelitian itu tidak dianggap sebagai kegiatan yang  subversif, menggoyahkan tradisi yang sudah mapan. Jika guru akan mencobakan tindakan-tindakan  tertentu dalam proses pembelajaran,  kepala sekolah, guru lain, orangtua perlu diberitahu akan hal ltu. Hal ini perlu dilakukan agar guru sebagai peneliti akan mendapatkan dukungan baik secara administratif, psikologis, maupun dukungan profesional.
6. Ciptakan sistem umpan balik         
Dalam melakukan penelitian tindakan kelas guru perlu menciptakan sistem umpan  balik. Sistem ini sebenarnya merupakan bagian  penting  dari proses pembelajaran. Oleh sebab itu dalam penelitian tindakan kelas peneliti (guru) perlu segera memberitahukan hasil penelitiannya kepada pihak lain yang terkait agar memungkinkan baginya mendapa.kan umpan balik. Sistem umpan balik sangat penting untuk diciptakan agar peneliti memperoleh  masukan yang bersifat korektif, dan atau bahkan dapat memperbaiki arah penelitian selanjutnya jika penelitian itu masih berada pada putaran-putaran awal. MTSN JANAPRIA, MTSN JANAPRIA, MTSN JANAPRIA       
 7. Buatlah jadwal penulisan        
Sejak  awal peneliti perlu membuat jadwal penulisan hasil  penelitian baik secara formal maupun informal. Dengan menuliskan  terhadap semua proses, kegiatan, dan hasil penelitian  tindakan kelas,  berarti akan memungkinkan bagi peneliti untuk  memiliki  gagasan yang lebih jelas tentang apa yang sedang dan akan  terjadi. Dengan demikian  peneliti  atau guru akan semakin memahami secara tuntas  terhadap proses pembelajaran yang sedang diperbaikinya melalui penelitian tindakan kelas. Di samping sebenarnya peneliti juga perlu memikirkan kriteria keberhasilan tindakan yang dirancang untuk perbaikan proses dan atau produk pembelajaran. Oleh sebab itu lahgkah penetapan kriteria keberhasilan  juga perlu dipikirkan oleh para mitra dan guru yang secara  kolaboratif ingin  melakukan penelitian tindakan-kelas. Penetapan kriteria ini sangat penting untuk dipikirkan agar setelah melakukan penelitian tindakan kelas guru akhirnya tahu bagaimana cara melihat keberhasilan yang diakibatkan oleh adanya penelitian tindakan kelas yang  secara kolaboratif telah mereka lakukan.
           
E.Bentuk-Bentuk Penelitian Tindakan Kelas

Bentuk penelitian tindakan oleh Oja dan  Smulyan  (1989) dibedakan atas  empat bentuk penelitian tindakan, yaitu:
1.  Guru sebagai peneliti
2.  Penelitian Tindakan Kolaboratif
3.  Simultan-Terintegrasi
4.  Adminstrasi Sosial Eksperimental.
(Bentuk PTK untuk sekolah dapat mengadopsi dari  pengelompokan Oja  dan Smulyan.)
Pada bentuk penelitian tindakan kelas  yang  memandang guru  sebagai peneliti memiliki ciri penting yaitu  sangat  berperannya guru  itu sendiri dalam proses penelitian tindakan kelas.  Dalam  bentuk ini tujuan  utama penelitian tindakan kelas ialah  untuk meningkatkan praktek-praktek pembelajaran di kelas di mana guru terlibat secara penuh dalam  proses perencanaan, aksi (tindakan), dan refleksi. Dalam bentuk penelitian yang demikian, guru mencari problema sendiri untuk dipecahkan melalui penelitian tindakan kelas jika melibatkan pihak lain pada penelitian  seperti ini, peranannya tidak dominan. Sebaliknya keterlibatan pihak lain dari luar hanya bersifat konsultatif dalam mencari dan  mempertajam persoalan-persoalan pembelajaran yang dihadapi oleh guru  yang sekiranya layak untuk dipecahkan melalui penelitian tindakan kelas. Jadi dalam  bentuk  penelitian tindakan: Guru Sebagai Peneliti,  peran pihak luar sangat ke-cii dalam proses penelitian itu.
Pada bentuk yang kedua, Penelitian Tindakan Kelas Kolaboratif, melibatkan beberapa  pihak baik guru/ kepala sekolah, maupun  dosen  secara serentak dengan tujuan untuk meningkatkan praktek pembelajaran, menyumbang pada perkembangan teori, dan peningkatan karier guru. Model Penelitian tindakan seperti ini selalu dirancang dan dilaksanakan  oleh  tim yang terdiri dari guru, dosen perguruan tinggi dan atau kepala sekolah. Hubungan antara guru dan dosen bersifat kemitraan, sehingga mereka dapat duduk bersamat untuk memikirkan persoalan-persoalan yang akan diteliti melalui penelitian tindakan kelas yang kolaboratif. Dalam proses penelitian seperti ini bukan pihak luar semata yang bertindak sebagai inovator. Guru juga dapat melakukannya melalui bekerja sama dengan dosen perguruan tinggi. Dengan suasana bekerja seperti itu guru dan  dosen dapat saling belajar dan saling mengisi terhadap proses  peningkatan profesionalisme masing-masing. MTSN JANAPRIA        
Pada bentuk ketiga, Simultan Terintegrasi, tujuan utama diadakannya penelitian tindakan ialah untuk dua hal sekaligus memecahkan  persoalan praktis dalam pembelajaran, dan untuk menghasilkan pengetahuan yang  ilmiah dalam bidang pembelajaran di kelas. Dalam bentuk penelitian  tindakan yang demikian, guru dilibatkan pada proses penelitian kelasnya terutama pada aspek aksi dan refleksi terhadap praktek-praktek  pembelajaran di kelas. Meskipun demikian, persoalan-persoalan pembelajaran yang diteliti datang dan diidentifikasi oleh peneliti dari luar. Jadi dalam  bentuk  ini guru bukan pencetus gagasan terhadap persoalan apa  yang harus diteliti daiam kelasnya sendiri, sehingga guru bukan inovator dalam  penelitian ini. Sebaliknya yang mengambil posisi inovator adalah peneliti lain di luar guru. MTSN JANAPRIA, MTSN JANAPRIA, MTSN JANAPRIA 
Pada  bentuk penelitian tindakan kelas yang terakhir,  Administrasi Sosial Eksperimental,  lebih menekankan dampak kebijakan  dan  praktek. Meskipun demikian dalam bentuk ini guru tidak dilibatkan dalam  perencanaan, aksi, dan refleksi terhadap praktek pembelajarannya sendiri di dalam kelas. Jadi guru tidak banyak memberikan masukan pada proses penelitian yang berbentuk seperti ini. Tanggung jawab penuh penelitian  tindakan terletak pada pihak luar, meskipun obyek peneiitian itu terletak  di dalam kelasnya seorang guru tertentu. Dalam bentuk ini peneliti bekerja atas  dasar hipotesis tertentu, kemudian melakukan berbagai  bentuk  tes dalam sebuah eksperimen.

F. Refleksi Paradigmatik Penelitian Tindakan

Setiap guru  perlu ada  keacuhan  terhadap sempurnanya kerja. Selalu ada upaya berfikir reflektif, ada kejernihan fikiran untuk mengadakan reconnaissance, pengenalan kernbali  rincinya agar dapat menyermpurnakan pekerjaan. Guru berpendidikan tinggi,  termasuk guru pada semua jenis dan jenjang pendidikan masa depan perlu memiliki keacuhan pada tugas  kerjanya. Rasa  sayang dan berbahagia atas keberhasilan subyek didik  asuhannya, dan sabar ulet atas masalah-masalah yang muncul atas anak asuhannya. Upaya untuk mencari terus agar lebih berhasil  menurut Killion &  Todnem merupakan reflection on action, in action, dan for action. Reflection on action terjadi ketika aksi telah dibuat dan ditelaah  kembali. Reflection in action terjadi pada saat aksi dikerjakan  diadakan  telaah. Reflection for action terjadi pada saat memikirkan aksi  mendatang  dengan merefleksi yang lampau, yang berlangsung, dan  ramalannya untuk  yang akan datang. Siklus spiral berkelanjutan yang  dimaksudkan dalam uraian tentang PTK secara keseluruhan adalah  upaya berpikir reflektif on, in, dan for action serta  mengadakan upaya tindakan berkelanjutan saat menjalankan kegiatan rutin mengajar, sekaligus mengembangkan, meneliti dan mengevaluasi. MTSN JANAPRIA, MTSN JANAPRIA
Secara lebih rinci dapat diketengahkan untuk memberi bobot dan makna secara terus menerus terhadap  siklus spiral PTK yang berkelanjutan hendaknya setiap guru menyimak proses sebagai berikut : “dimulai dengan keacuhan terhadap tugas, sayang pada subyek binaannya, membuat refleksi on, in, dan for action, dan akhirnya mempribadi dalam tugas.”
 
G.  Hakikat  fungsi guru dalam penelitian tindakan
Sifat  dasar peneliti tindakan adalah: yang  bersangkutan  adalah pengelola dan pelaksana rutin sesuatu kegiatan, terutama sebagai guru di kelas. Tugas utamanya: membuat pembelajaran di sekolah jalan  dan berhasil  secara optimal. Bila semua itu dilakukan oleh tenaga-tenaga profesional berpendidikan tinggi dan yang bersangkutan concern, memiliki perhatian dan upaya cukup  untuk terus membuat perbaikan prestasi kerjanya, maka akan terjadi proses berkelanjutan untuk mengadakan perbaikan-perbaikan atau penyempurnaan atas kegiatan rutinnya. Dengan  demikian tugas utama seorang pekerja terdidik dan profesional akan sekaligus mengerjakan tugas rutinnya selalu disertai dengan upaya untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas kinerjanya. Bila dua  sifat itu: yaitu menjalankan rutin kerja dan concern terhadap kualitas kinerjanya, sambil dilengkapi dengan sifat watak seseorang peneliti dan sifat watak seorang yang selalu berupaya membuat evalusi atas semua kinerianya,  maka lengkaplah  sudah sifat watak seorang yang selalu berupaya  mengadakan refleksi paradigmatik dalam model berfikir penelitian tindakan.
Dikatakan  paradigmatik karena apapun yang dipikirkan dan  apapun yang dikerjakan, dan apapun tujuan dan fungsi kegiatannya selalu  saja mengacu pada pola: menjalankan tugas rutin, memperbaiki isi dan mutu tugas  rutin, meneliti kegiatan, dan mengevaluasi kegiatan. Keempat kegiatan tersebut dikerjakan simultan, setidaknya dilakukan dalam satu siklus yang bolak-balik-interaktif, bukan bergantian, tetapi reflektif berkelanjutan.
Dikatakan reflektif karena proses mengobservasi emperi dan menyusun abstrak berlangsung mundar-mandir dan cepat, kadang muncul  berfikir vertikal kadang horizontal. Refleksi paradigmatik penelitian tindakan adalah proses observasi, proses membuat abstraksi, proses merancangkan kegiatan atau tindakan, serta berkegiatan itu sendiri berproses cepat, diramu sekaligus dengan empat acuan: mengerjakan rutin, memperbaiki rutin, meneliti kegiatan, serta mengevaluasi kegiatan.

H.  Analisis, refleksi, dan evaluasi  dalam PTK

Satu  hal  mendasar yang perlu diperhatikan dalam  evaluasi  PTK, yaitu: guru jangan disibukkan pada evaluasi PTK, karena  tugas  utama guru adalah mengajar, dan mengupayakan perbaikan pembelajarannya. bukan meneliti dan mengevaluasi. Memang tugas utama guru adalah mengajar, memperbaiki proses pembelajaran, memantau proses pembelajaran, mencermati  hasil-hasil pembelajaran, berupaya memperbaiki pembelajaran, agar siswa menjadi lebih sukses. Tetapi memperbaiki pembelajaran, mencermati hasil pembelajaran untuk menjawab permasalahan penelitian atau evaluasi penelitian tidak hanya oleh guru atau selalu dibebankan pada guru, kecuali bila PTK yang dilakukan mengambil bentuk guru sebagai peneliti. Dengan demikian berarti ada dua kemunmgkinan jawaban untuk membuat analisis, refleksi, dan evaluasi pada PTK.
Pertama, bila digunakan bentuk guru sebagai peneliti, maka rancangkanlah model penelitian dan evaluasi yang sederhana perekaman dan analisisnya.
Kedua, bila digunakan bentuk PTK kolaboratif-partisipatotik instrumen penelitian dan evaluasinya perlu dirancang lebih cermat dan juga mungkin lebih canggih. Dan jangan membebankan  tugas merekam dan menggunakan instrumen penelitian  kepada  guru, tetapi hendaknya dikerjakan oleh peneliti, dalam hal ini para mitra kerja (dosen/ahli dosen/pimpinan sekolah/pengawas/ guru lainnya).
Kriteria validitas penelitian tindakan terletak pada aplikatifnya atau berfungsinya  tindakan untuk mengupayakan perbaikan atas masalah  yang dihadapi. Dengan kriteria tersebut maka sebagai guru dapat membuktikan validitas penelitian berdasarkan data yang dapat menjadi bukti bahwa tindakan pembelajaran guru berhasil meningkatkan prestasi belajar siswa, misalnya. Eksplisitasi kriteria tersebut di maksudkan agar guru tidak terbebani tugas  lain, kecuali tugas meningkatkan  profesionalitasnya  sebagai guru. Tugas guru meningkatkan profesionalitas berujud upaya  berkelanjutan mengadakan analisis. refleksi, dan evaluasi agar terjadi perbaikan pembelajaran. Tujuan pertama penelitian tindakan bukan  pengembangan ilmu, melainkan memecahkan permasalahan tindakan, agar  diperoleh hasil  tindakan yang lebih baik. Kriteria validitasnya  adalah  berhasilnya tindakan memecahkan permasalahan tindakan.
I. Refleksi Kepribadian Guru
Perlu disadari oleh para guru bahwa PTK dapat membantu para  guru untuk mengembangkan profesionalitas guru lewat pencermatan  berkelanjutan tentang upaya pembelajaran. Melalui analisis, refleksi, serva evaluasi atas upaya pembelajaran yang dilakukan, guru juga dapat terbantu untuk mengembangkan kepribadiannya. Bila anda sebagai guru dalam menganalisis, merefleksi,  dan mengevaluasi menggunakan  juga cara berfikir horizontal divergen, anda akan  menemukan  bahwa konteks dan masalah pembelajaran  serta  proses memperbaikinya, di samping terkait pada siswa (inteligensinya, minatnya, sarana belajarnya) juga terkait pada gurunya, mungkin juga pribadinya. Guru yang ingin sehat mentalnya perlu banvak meretrospeksi  masalah di kelasnya, bukan mustahil sebahagian masalah  terdapat peran dominan guru yang dapat menimbulkan stress pada siswa, menimbulkan antipati. atau lainnya. Di sisi lain banyak orang sukses yang  bercerita tentang peran pribadi gurunya. Bagaimana sebaiknya  komitmen pribadi guru dalam dan lewat PTK ?
1. Guru harus tampil mempribadi
Ajaran teknologi yang memposisikan guru sebagai fasilitator dalam CBSA, memang memberi penekanan dan aksentuasi perlunya peran aktif siswa. Namun juga perlu secara hakiki guru perlu tampil mempribadi. Peran guru sebagai peneliti yang merancang  penelitian  dapat  disamakan dengan peran sebagai sutradara, dan peran guru yang pelaksana dan memperbaiki pembelajaran  berkelanjutan  dapat dianggap sebagai aktor.  Aktor  yang baik  adalah aktor yang tampil mempribadi, menghayati perannya dengan baik.  Sutradara yang baik adalah sutradara yang dapat  memandu aktor untuk berperan sebagaimana yang diskenariokan. Kalau aktor selalu dependen pada sutradaranya, berarti aktor tersebut belum mempribadi. Demikian  pula  guru. Bila guru selalu ragu terhadap  upaya  memperbaiki pembelajaran  dan tergantung pada perancang atau mitra dalam penelitiannya,  berarti  guru tersebut belum tampil mempribadi. Sebaliknya bila guru berjalan  sendiri, mandiri, dan peneliti lain yang menjadi mitra (guru lain, dosen, kepala sekolah dan pihak lain)  tidak ada intervensi atau masukan pada guru, maka peneliti tidak tampil mempribadi. Peneliti dapat dipandang tampil mempribadi karena desain dapat berjalan,  masukan wawasan  dan teori serta referensi dari peneliti dapat memberi  nuansa penelitiannya.
Bagaimana membuat agar sutradara dan pribadi aktor tampil mempribadi  dalam PTK ? Syaratnya adalah harus selalu bertemu dan berdiskusi, saling memberi masukan, serta mengembangkan hubungan kolegial, bukan birokratik. Hubungan kolegial  akan banyak menciptakan iklim lebih terbuka, ikhlas memberi urunan, dan ada upaya saling menopang dan menunjang.
2. Jenjang dalam siklus spiral keacuhan profesional  guru sebagai pelaksana  PTK
Adalah sangat penting dan menarik apa yang diketengahkan Kiliion & Todnem tentang  refleksi profesional seorang guru dalam menerapkan dan melaksanakan PTK. Refleksi profesional guru dalam siklus-spiral berkelanjutan tidak dicermati pada dataran teknis operasional pelaksanaan PTK saja. Seluruh uraian tentang proses dan prosedur tentang PTK mengetengahkan gambaran siklus spiral berkelanjutan untuk memperbaiki proses pembelaiaran. Bagaimana dampaknya siklus spiral PTK bagi keacuhan profesional guru  terutama dari sisi kepribadian guru?
Siklus  spiral kepribadian guru atau juga disebut  siklus  spiral keacuhan profesional  janganlah digambarkan  berlangsung  sebagaimana siklus  spiral pembelajaran. Siklus spiral keacuhan  profesional guru berlangsung sepanjang hayat guru itu sendiri. Ada yang dapat  menjangkau jenjang akhir lebih cepat, ada yang lambat, dan mungkin juga cukup banyak yang tidak sampai menjangkau jenjang cukup tinggi. Jenjang tersebut bila diringkaskan menjadi sebagai berikut.
Jenjang pertama atau siklus spiral pertama adalah munculnya keacuhan pada tugas. Apakah setiap pribadi  guru perlu acuh pada tugasnya. Apakah ada  kira-kira guru  yang tetap tidak acuh pada tugasnya sarnpai pensiunnya ?  Semoga tidak  ada.
Jenjang ke dua atau siklus kedua  adalah:  munculnya  rasa sayang  pada binaannya. Prihatin ketika siswanya tak berhasil,  bangga ketika siswanya berhasil.
Jenjang ke tiga adalah reflection on, in, and for  action. Ada telaah reflektif untuk pembelajaran yang telah dilakukan,  ketika dilakukan, dan ketika merancang perbaikan selanjutnya.
Siklus ke empat adalah mempribadi dalam tugas. Bila seorang guru  sudah menjadi mencintai protesinya, maka di manapun berada dan dalam  posisi apapun dia berfikir dan berperilaku sebagai guru.
Siklus kelima tampil dalam pribadi yang tiada iri, tiada lain kecuali bangga bila binaannya sukses.
Pada siklus ke enam sampai siklus kesembilan mulai terkait dan menyatu  antara pribadi guru dengan materi  yang  diajarkan.  Seorang  guru yang perkembangan pribadinya menjangkau siklus  keenam ini tampil menjadi refleksi jenjang teknis. Ilmunya ditampilkan pada upayanya untuk  membekalkan kemampuan-kemampuan teknis pada siswanya.
Pada siklus ke tujuh guru sebagai profesional ingin membekalkan konsep, bukan hanya kemampuan  teknis. Guru ini telah menjangkau refleksi jenjang  konsep.
Pada siklus ke delapan guru tampil lebih jauh lagi, yaitu dalam membekalkan pembelajaran pada binaannya menjangkau refleksi jenjang  moral-etis.
Sedangkan siklus ke sembilan adalah tampilan guru yang  konsep-konsepnya, teori-teorinya teiah membangun dirinya menjadi  profesional yang memiliki konstruksi teori yang mempribadi.
Dapat diperkirakan bahwa   deskripsi  jenjang-jenjang tersebut mungkin  belum terjangkau oleh guru,  atau malahan mungkin belum tercerna. Tetapi  setidaknya upayakan agar dapat menjangkau minimal jenjang  ketiga. Jangan sampai jenjang pertamapun belum dapat menjangkaunya.
Perbedaan  jenjang-jenjang antara yang keenam  sampai  kesembilan mungkin banyak dari guru yang sudah senior dan berpengalaman serta sudah lama menjadi guru  belum menjangkaunya. Tidak  perlu berkecil  hati karena  setidak-tidaknyanya lewat tekad melaksanakan PTK untuk peningkatan dan perbaikan pembelajaran, sebagai guru akan tergiring dan dipandu serta dibekali kemampuan untuk memacu diri berjalan ke arah mercu suar  ke  arah mana profesi kita semestinya kita kembangkan.

REFERENSI:
Chris Hendry cs, 1993. Human Resource Management
Claryce Evans, 1993, Support tor Teachers Studying Their Own Work
Cunningham, 1983, Gathering Data in a Changing Organization in School.
G.M.Sparks-Langer  and A.M.Colton,  Synthesis of Research on  Teachers Reflective Thinking
Isodor Chein, cs, 1948. The field of Action Research
John Elliot, 1978, What is Action Research in School
J.P.Killon and G.R.Todnern, 1993 A Process for Personal Theory  Building
John  Losak & Cathy Morris, 1983, Integrating Research  into  Decision Making. Providing  Examples for
an Informal Action Research Model
Karen E.Watkins, 1991, Validity in Action Research
Kemmis & Taggart, 1982, The Action Research Planner
M.Carrol  Tamma  and Kenneth Peterson,  1993,  Achieving  Reflectivity through Literature
M. Foster, 1972, An Introduction to the Theory and Practice of  Action  Reseorch in Work  Organization
Paulo Freire, 1982, Creating Alternative Research Methods: Learning to Do It by Doing It
P.J.Palmer  & E. Jacobson,  Action Research: A New Style  of  Politics Education, and Ministry
Richard  Sagor, 1993. What Project LEARN Reveals aboaut  Collaborative Action Research
Stephen M.Corey, 1949. Action Research Fundamental Research and Educational Practices
Wilma S. Longstreet, 1 993, Action Research: A Paradigm.
William H.Wibel, 1991, Reflection through  Writing
"

{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }

Posting Komentar