PENGANTAR
Tulisan ini bermaksud untuk menggugah, menyadarkan, merangsang dan mendorong setiap guru melakukan penelitian tindakan kelas (PTK) secara kolaboratif dan bukan dimaksudkan untuk menggurui para guru “yang sudah berpengalaman”. Setiap guru diharapkan akan memiliki bekal wawasan awal untuk menuju ke wawasan dan pemahaman yang benar, lebih luas, dan dinamis tentang PTK. Agar dengan demikian, nantinya setiap guru memiliki kemampuan untuk melakukan penelitian tindakan kelas baik secara mandiri, terutama secara kolaboratif. Dengan melakukan penelitian tindakan kelas secara kolaboratif, guru dapat menciptakan kemitraan yang fungsional dan profesional dengan pihak-pihak lain yang berkompeten, sehingga pada akhirnya
PTK adalah terjemahan dari bahasa Inggris “classroom action research”, yang saat ini sedang berkembang dengan pesatnya di negara-negara maju seperti Inggris, Amerika, Australia, Canada. Para ahli penelitian pendidikan akhir-akhir ini memberi perhatian yang cukup besar terhadap PTK, karena jenis penelitian ini mampu menawarkan cara dan prosedur baru untuk memperbaiki dan meningkatkan profesionalisme guru dalam proses belajar-mengajar di kelas dengan melihat berbagai indikator keberhasilan proses dan hasil pembelajaran yang terjadi pada siswa. McNiff (1999: 1) dalam bukunya yang berjudul Action Research Principles and Practice memandang PTK sebagai bentuk penelitian reflektif yang dilakukan oleh guru sendiri yang hasilnya dapat dimanfaatkan sebagai alat untuk pengembangan kurikulum, pengembangan sekolah, pengembangan keahlian mengajar, dan sebagai salah satu bentuk evaluasi diri guru. MTSN JANAPRIA
Dalam PTK guru dapat meneliti sendiri praktek pembelajaran yang ia lakukan di kelas. Dengan penelitian tindakan kelas, guru dapat melakukan penelitian terhadap siswa dilihat dari aspek interaksinya dalam proses pembelajaran Dalam PTK guru dan pihak lain/ahli kependidikan secara kolaboratif juga dapat melakukan penelitian terhadap proses dan atau produk pembelajaran secara reflektif di kelas. Yang paling penting, dengan melakukan penelitian tindakan guru dapat memperbaiki praktek-praktek pembelajaran menjadi lebih efektif.
Namun demikian, dapat muncul pertanyaan : “Haruskah guru mengorbankan proses pembelajaran demi melakukan PTK ?” Pada dasarnya tidak, karena justru dengan melakukan PTK guru akan dapat meningkatkan kualitas proses dan produk pembelajarannya. Penelitian tindakan kelas tidak harus membebani pekerjaan guru dalam kesehariannya. Jika guru melakukannya secara kolaboratif dengan dosen perguruan tinggi khususnya LPTK tentu hal itu tidak akan bertujuan untuk mengesampingkan tugas mengajar sehari-hari. Sebaliknya PTK dapat dilaksanakan secara terintegrasi dengan kegiatan sehari-hari. Oleh sebab itu guru tidak perlu risau dan takut terganggu dalam mencapai target kurikulernya jika akan melaksanakan PTK MTSN JANAPRIA
Penelitian tindakan kelas juga dapat menjembatani kesenjangan antara teori dan praktek pendidikan. Hal ini dapat terjadi karena setelah meneliti kegiatannya sendiri, di kelas sendiri dengan melibatkan siswa sendiri, melalui sebuah tindakan-tindakan yang direncanakan, dilaksanakan, dan dievaluasi, guru akan memperoleh umpan balik yang sistematik mengenai apa yang selama ini selalu dilakukan dalam kegiatan belajar-mengajar. Dengan demikian guru dapat membuktikan apakah suatu teori belajar-mengajar dapat diterapkan dengan baik di kelas yang ia miliki. Jika sekiranya ada teori yang tidak cocok dengan kondisi kelasnya, melalui PTK guru dapat mengadaptasi teori yang ada untuk kepentingan proses dan atau produk pembelajaran yang lebih efektif, optimal, dan fungsional MTSN JANAPRIA,MTSN JANAPRIA,MTSN JANAPRIA,MTSN JANAPRIA
Dari sisi lain, dalam PTK, guru juga dapat melihat, merasakan, dan menghayati apakah praktek-praktek pembelajaran yang selama ini dilakukan memiliki efektivitas yang tinggi. Jika dengan penghayatannya itu guru dapat menyimpulkan bahwa praktek-praktek pembelajaran tertentu seperti: pemberian pekerjaan rumah siswa yang terlalu banyak, umpan balik yang bersifat verbal terhadap kegiatan siswa di kelas tidak efektif, cara bertanya guru kepada siswa di kelas tidak mampu merangsang siswa untuk berpikir, dan sebagainya, maka guru dapat merumuskan secara tentatif tindakan tertentu untuk memperbaiki keadaan tersebut dengan melalui prosedur PTK. MTSN JANAPRIA,MTSN JANAPRIA,MTSN JANAPRIA,MTSN JANAPRIA
Dari uraian di atas kita dapat mendefinisikan pengertian PTK secara lebih lugas. Secara singkat PTK dapat didefinisikan sebagai: “suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki dan atau meningkatkan praktek-praktek pembelajaran di kelas secara lebih profesional.” MTSN JANAPRIA,MTSN JANAPRIA,MTSN JANAPRIA
Oleh karena itu, PTK terkait erat dengan persoalan praktek pembelajaran sehari-hari yang dihadapi oleh guru. Sebagai contoh, jika guru menghadapi persoalan rendahnya minat baca siswa, sehingga kondisi ini sangat menghambat pencapaian tujuan kurikuler, maka guru dapat melakukan penelitian tindakan kelas agar minat baca siswa dapat ditingkatkan. Dengan penelitian tindakan kelas guru dapat mencoba berbagai tindakan yang berupa program pembelajaran tertentu seperti mencoba menggunakan bahan bacaan yang memiliki gambar dan ceritera yang menarik, memanfaatkan ceritera-ceritera lokal, menggunakan buku yang memiliki ceritera lucu, dan sebagainya. Dari program pembelajaran yang dirancang sebagai bentuk PTK akhirnya guru dapat memperbaiki persoalan rendahnya minat baca para siswanya. Sebaliknya. jika sebenarnya siswa telah memiliki minat baca yang tinggi, akan tetapi tidak dapat memanfaatkan bahan bacaan secara tepat, guru juga dapat melakukan PTK untuk mencari dan memilih terapi yang tepat terhadap kesalahan siswa dalam memanfaatkan bahan bacaan yang kurang fungsional.
2.Karakteristik PTK
Apa yang menjadi karakteristik penting bagi penelitian tindakan kelas ? Semua penelitian memang berupaya untuk memecahkan suatu problema. Di lihat dari segi problema yang harus dipecahkan, penelitian kelas memiliki karakteristik penting yaitu bahwa problema yanc diangkat untuk dipecahkan melalui PTK harus selalu berangkat dari persoalan praktek pembelajaran sehari-hari yang dihadapi oleh guru. Jadi PTK akan dapat dilaksanakan jika guru sejak awal memang menyadari adanya persoalan yang terkait dengan proses dan produk pembelajaran yang ia hadapi di kelas. Kemudian dari persoalan itu guru menyadari pentingnya persoalan tersebut untuk dipecahkan secara profesional.
Jika seorang guru merasa bahwa apa yang dia praktekkan sehari-hari di kelas tidak bermasalah, PTK tidak diperlukan lagi bagi guru tersebut. MTSN JANAPRIA,MTSN JANAPRIA
Persoalannya ialah tidak semua guru mampu melihat sendiri apa yang telah dilakukan bantuan orang lain untuk melihat apa yang selama ini dilakukan dalam proses belajar-mengajar di kelasnya. Dalam konteks seperti itu guru lain/dosen dan guru dapat duduk bersama, berdiskusi dengan guru untuk mencari dan merumuskan persoalan pembelajaran di kelas. Dengan demikian guru dan guru lain/dosen dapat melakukan penelitian tindakan kelas secara kolaboratif. Dari sinilah akan muncul kesadaran terhadap kemungkinan adanya banyak masalah yang diperbuat selama guru itu melaksanakan proses belajar-mengajar. Jika guru bersedia melakukan PTK secara kolaboratif dengan para dosen/guru lain, banyak manfaat yang akan diperolehnya baik secara profesional maupun secara fungsional dalam meningkatkan kariernya. Karya tulis ilmiah semakin diperlukan oleh guru di masa depan. Penelitian tindakan kelas secara kolaboratif akan mampu menawarkan peluang yang luas terhadap terciptanya karya tulis bagi guru sambil mengajar di kelas sesuai dengan rancangan PTK yang akan di kolaborasikan dengan para guru lain/dosen.
Karakteristik berikutnya dapat dilihat dari bentuk nyata kegiatan penelitian itu sendiri. Penelitian tindakan Relas memiliki karakteristik yang khas, yaitu adanya tindakan-tindakan (aksi) tertentu untuk memperbaiki proses belajar-mengajar di kelas. Tanpa tindakan tertentu suatu penelitian juga dapat dilakukan di dalam kelas, yang kemudian sering disebut dengan “penelitian kelas”. Misalnya, guru dapat melakukan penelitian mengenai tingkat keseringan siswa dalam membolos. MTSN JANAPRIA,MTSN JANAPRIA
Jika penelitian itu dilakukan tanpa disertai tindakan-tindakan tertentu, maka jenis penelitian yang dicontohkan itu bukan termasuk dalam penelitian tindakan kelas. Penelitian yang dicontohkan itu hanya sekedar ingin tahu, tidak ingin memperbaiki keadaan tingginya tingkat pembolosan siswa melalui tindakan-tindakan tertentu. Sebaliknya, jika dengan penelitian itu guru mencoba berbagai tindakan untuk mencegah terjadinya pembolosan, sehingga proses belajar-mengajar dapat berjalan dengan lebih baik dan efektif, baru penelitian itu termasuk dalam kategori penelitian tindakan kelas. Tindakan untuk mencegah tingginya pembolosan siswa mungkin dapat berbentuk diciptakannya sistem presensi yang dilakukan oleh siswa sendiri, mungkin dapat berbentuk pengalihan pengawasan secara kelompok oleh, dari dan untuk siswa sendiri, mungkin dapat diciptakan sistem ulangan harian pada hari-hari di mana siswa biasa melakukan tindakan membolos, dan sebagainya. Penelitian-penelitian kelas yang dilakukan dengan mencobakan berbagai tindakan seperti inilah yang menjadi karakteristik penting bagi PTK.
B.Tujuan Penelitian Tindakan Kelas
Tujuan melakukan penelitian tindakan kelas yang paling lugas adalah untuk peningkatan dan atau perbaikan praktek pembelajaran yang seharusnya dilakukan oleh guru. Saat ini masyarakat kita berkembang begitu cepat. Akibatnya tuntutan terhadap layanan pendidikan yang harus dilakukan oleh guru juga meningkat. Penelitian tindakan merupakan salah satu cara yang strategis bagi guru untuk meningkatkan dan atau memperbaiki layanan pendidikan bagi guru dalam konteks pembelajaran di kelas. Bahkan McNiff (1992) menegaskan bahwa dasar utama bagi dilaksanakannya Penelitian Tindakan Kelas adalah untuk perbaikan. Kata perbaikan di sini terkait dan memiliki konteks dengan proses pembelajaran. SABA DESA JANAPRIA
Tujuan itu dapat dicapai dengan melakukan berbagai tindakan alternatif dalam memecahkan berbagai persoalan pembelajaran di kelas. Oleh karena itu fokus penelitian tindakan kelas adalah terletak pada tindakan-tindakan alternatif yang direncanakan oleh guru, kemudian dicobakan, dan kemudian dievaluasi apakah tindakan-tindakan alternatif itu dapat digunakan untuk memecahkan persoalan pembelajaran yany sedang dihadapi oleh guru. Jika perbaikan dan peningkatan layanan profesional guru dalam konteks pembelajaran dapat terwujud berkat diadakannya penelitian tindakan kelas, ada tujuan penyerta yang juga dapat dicapai sekaligus dalam kegiatan penelitian itu. Tujuan penyerta apa itu ? Tujuan yang dapat dicapai ialah berupa terjadinya proses latihan dalam jabatan selama proses penelitian tindakan kelas itu berlangsung. Hal ini dapat terjadi karena tujuan utama Penelitian Tindakan Kelas adalah perbaikan dan peningkatan layanan pembelajaran.
Dengan demikian guru akan lebih banyak berlatih mengaplikasikan berbagai tindakan alternatif sebagai upaya untuk meningkatkan layanan pembelajaran, dari pada perolehan pengetahuan umum dalam bidang pendidikan yang dapat digeneralisasikan. Dengan kata lain, guru akan lebih banyak mendapatkan pengalaman tentang keterampilan praktek pembelajaran secara reflektif, dan bukannya bertujuan untuk mendapatkan ilmu baru dari penelitian tindakan kelas yang dilakukan itu. Borg (1986) juga menyebutkan secara eksplisit bahwa tujuan utama dalam penelitian tindakan ialah pengembangan keterampilan guru berdasarkan pada persoalan-persoalan pembelajaran yang dihadapi oleh guru di kelasnya sendiri, dan bukannya bertujuan untuk pencapaian pengetahuan umum dalam bidang pendidikan SABA DESA JANAPRIA
C.Manfaat Penelitian Tindakan Kelas
Akan diperoleh banyak manfaat dengan dilakukannya penelitian tindakan kelas. Hal itu antara lain dapat dilihat dan dikaji dalam beberapa komponen pendidikan dan atau pembelajaran di kelas. Kemanfaatan yang terkait dengan komponen pembelajaran antara lain mencakup: SABA DESA JANAPRIA
1. Inovasi pembelajaran,
2. Pengembangan kurikulum di tingkat sekolah dan di tingkat kelas,
3. Peningkatan profesionalisme guru
Dalam inovasi pembelajaran, guru perlu selalu mencoba untuk mengubah, mengembangkan, dan meningkatkan gaya mengajarnya agar ia mampu melahirkan model pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan kelasnya. Guru selalu berhadapan dengan siswa yang berbeda dari tahun ke tahun. Oleh sebab itu jika guru melakukan penelitian tindakan kelas dari kelasnya sendiri, dan berangkat dari persoalannya sendiri, kemudian menghasilkan solusi terhadap persoalan tersebut, maka secara tidak langsung ia telah terlibat dalam proses inovasi pembelajaran. Dengan cara seperti itu inovasi pembelajaran benar-benar berangkat dari realitas permasalahan yang dihadapi oleh guru dalam mengajar di kelas. Inovasi pembelajaran seperti ini dengan sendirinya akan jauh lebih efektif jika dibandingkan dengan penataran-penataran untuk tujuan yang serupa. Mengapa demikian ? Karena penataran tidak jarang berangkat dari teori yang belum tentu sesuai dengan kebutuhan guru secara individual bagi pemecahan persoalan pembelajaran di kelasnya. SABA DESA JANAPRIA
Sebaliknya, penelitian tindakan kelas akan selalu relevan dengan kebutuhan guru untuk mengadakan inovasi dalam proses pembelajaran. Di samping penelitian itu berangkat dari realitas kegiatan guru, dalam proses penelitian tindakan kelas sangat terbuka bagi guru untuk merumuskan masalahnya sendiri, meneliti sendiri, dan kemudian mengevaluasi sendiri bagi efektivitas model-model pembelajaran di kelasnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Rapoport (1970) antara lain yang menyatakan bahwa penelitian tindakan memiliki kepedulian terhadap pemecahan persoalan-persoalan praktik yang dihadapi oleh manusia dalam pekerjaannya sehari-hari.
Dari segi pengembangan kurikulum, dalam kaitan dengan peran guru sebagai pengembang kurikulum, penelitian tindakan kelas juga dapat dimanfaatkan secara efektif oleh guru. Guru kelas juga harus bertanggung jawab terhadap pengembangan kurikulum dalam sekolah dan atau kelas. Untuk kepentingan pengembangan kurikulum pada level kelas, penelitian tindakan kelas akan sangat bermanfaat jika digunakan sebagai salah satu sumber masukan. SABA DESA JANAPRIA, SABA DESA JANAPRIA
Hal ini menjadi demikian karena menurut Elliott (1992), proses reformasi kurikulum secara teoritik tidak netral. Sebaliknya, proses itu akan dipengaruhi oleh gagasan-gagasan yang saling berhubungan mengenai hakikat pendidikan, pengetahuan, dan pengajaran. Penelitian tindakan kelas dapat membantu guru untuk lebih dapat memahami hakikat tersebut secara empirik, dan bukan hanya sekedar pemahaman yang bersifat teoritik.
Jika penelitian tindakan kelas dilihat dari aspek profesionalisme guru dalam proses pembelajaran, memiliki manfaat yang sangat penting. Guru yang profesional tentu tidak enggan melakukan perubahan-perubahan dalam praktek pembelajarannya sesuai dengan kondisi kelasnya. Penelitian tindakan kelas merupakan salah satu media yang dapat digunakan oleh guru untuk memahami apa yang terjadi di kelas, dan kemudian meningkatkannya menuju ke arah perbaikan-perbaikan secara profesional. Bahkan dalam konteks profesionalisme guru, McNiff (1992: 9)
menyatakan bahwa dalam penelitian tindakan kelas guru ditantang untuk memiliki keterbukaan terhadap pengalaman dan proses-proses pembelajaran yang baru. Dengan demikian tindakan-tindakan dalam penelitian tindakan kelas juga merupakan pendidikan bagi guru. Keterlibatan guru dalam penelitian tindakan kelas, oleh karenanya, akan secara tidak langsung dapat meningkatkan profesionalisme guru dalam proses pembelajaran. SABA DESA JANAPRIA, SABA DESA JANAPRIA
Guru yang profesional perlu melihat dan menilai sendir secara kritis terhadap praktek pembelajarannya di kelas. Dengan melihat unjuk kerjanya sendiri, kemudian direfleksikan, dan lalu diperbaiki, guru pada akhirnya akan mendapat otonomi secara profesional. Konsep penting dalam pendidikan ialah selalu adanya upaya perbaikan dari waktu ke waktu pada proses pembelajaran. Perbaikan pembelajaran yang dapat dilakukan akibat dari diadakannya penelitian tindakan kelas akan memungkinkan bagi guru, sebagai peneliti dalam penelitian tindakan kelas, untuk meningkatkan profesionalismenya secara sistematik dan sistemik.
D Penerapan Penelitian Tindakan Kelas
Bila guru akan menerapkan penelitian tindakan kelas, bagaimana memulainya. Perlukah penelitian tindakan kelas dilakukan di kelas tempat guru yang bersangkutan mengajar? Faktor utama yang harus dimiliki guru ialah perasaan ketidakpuasan terhadap praktek pembelajaran yang selama ini dilakukan. Manakala guru selalu merasa puas dengan apa yang ia lakukan dalam proses pembelajaran di kelasnya, meskipun sebenarnya terdapat beberapa atau bahkan banyak hambatan diaIami dalam proses itu, sulit kiranya bagi guru untuk memunculkan pertanyaan seperti di atas, yang kemudian dapat menggiring dimulainya sebuah PTK. leh sebab itu agar guru dapat menerapkan penelitian tindakan kelas dalam upayanya untuk memperbaiki dan atau meningkatkan layanan pembelajaran secara lebih profesional, ia dituntut keberaniannya untuk mengatakan secara jujur kepada dirinya sendiri mengenai sisi-sisi lemah yang dimiliki dalam proses pembelajaran di kelas. Dengan kata lain guru harus mampu merefleksi, merenung, berpikir balik, terhadap apa saja yang telah dilakukan dalam proses pembelajaran dalam rangka mengidentifikasi sisi-sisi lemah yang mungkin ada. Dalam proses perenungan itu mungkin guru akan menemukan kelemahan-kelemahan praktek pembelajaran yang selama ini selalu dilakukannya tanpa disadari. SABA DESA JANAPRIA, SABA DESA JANAPRIA, SABA DESA JANAPRIA
Sebagai contoh dalam perenungan itu akhirnya guru menyadari bahwa anak didiknya selalu mengalami kesulitan untuk belajar bilangan pecahan. Di lihat dari pencapaian hasil belajar para siswa selalu mendapatkan nilai yang amat jelek pada penjumlahan dan pengurangan bilangan pecahan. Untuk mengatasi persoalan ini guru dapat melakukan penelitian tindakan kelas dengan mencoba berbagai alternatif model pembelajaran agar siswa dapat belajar bilangan pecahan dengan lebih mudah. Model pembelajaran yang perlu dicobakan dalam penelitian tindakan kelas itu mungkin dapat menggunakan gambar (diagram) yang dibagi-bagi menurut pecahan tertentu, atau mungkin dapat menggunakan alat peraga dari benda lunak yang bentuknya teratur yang dapat dibagi-bagi sesuai dengan kaedah dan prinsip bilangan pecahan yang akan diajarkan. Dengan melakukan tindakan itu kemudian guru mengamati dan juga merefleksi kembali mengenai efektvitas tindakan-tindakan yang dicobakan dalam upayanya untuk mernudahkan siswa belajar bilangan pecahan. Dengan mencobakan itu akhirnya guru dapat menemukan model dan atau metoda mengajar bilangan pecahan yang paling tepat agar para siswa lebih mudah memahaminya. SABA DESA JANAPRIA, SABA DESA JANAPRIA, SABA DESA JANAPRIA
Begitu juga jika guru menghadapi kesulitan untuk menanamkan sikap disiplin pada anak didik, penelitian tindakan kelas dapat dimanfaatkan untuk mengatasi permasalahan ini. Dalam penelitian itu mungkin guru dapat mencoba dengan berbagai tindakan seperti menciptakan sistem reward (hadiah) bagi siswa yang dapat menegakkan disiplin; atau mungkin guru dapat mencoba tindakan berupa latihan-latihan gerakan yang disertai dengan nyanyian-nyanyian yang memiliki pesan nilai-nilai kedisiplinan, dan sebagainya. Pendek kata penelitian tindakan kelas dapat dimanfaatkan guru untuk memperbaiki persoalan-persoalan praktek pembelajaran di kelasnya sendiri. Dengan pemanfaatan penelitian tindakan kelas guru akhirnya dapat menemukan solusinya berupa tindakan-tindakan yang paling efektif untuk memecahkan persoalan pembelajaran yang dihadapinya. Agar dapat mengoptimalkan penerapan penelitian kelas bagi perbaikan proses pembelajaran, guru perlu memulainya sedini mungkin begitu merasakan adanya persoalan-persoalan dalam proses pembelajaran. Untuk dapat segera memulai dan menerapkan penelitian tindakan kelas, ada petunjuk praktis dari McNiff yang perlu kita perhatikan, yaitu:
1. Berangkatlah dari persoalan yang kecil dahulu.
Jika proses pembelajaran dapat meliputi perencanaan, implementasi, dan evaluasi, ambilah salah satu aspek atau bahkan bagian dari salah satu aspek pembelajaran tersebut. Sebagai contoh, guru dapat melakukan penelitian tindakan dalam aspek perencanaan pembelajaran: cara mengkomuikasikan silabi kepada siswa, menentukan tujuan belajar bagi mata pelajaran tertentu, penjadwalan mata pelajaran tertentu, dsb. Dalam aspek implementasi perencanaan pembelajaran guru dapat melakukan penelitian tindakan kelas dengan berbagai persoalan kecil seperti: peningkatan kualitas bertanya guru kepada siswa, relevansi metode dengan materi ajar, persoalan pengelompokan siswa untuk kepentingan pembelajaran di kelas, dsb.
2. Rencanakan penelitian tindakan itu secara cermat .
Penerapan penelitian tindakan kelas untuk perbaikan proses pembelajaran harus direncanakan secara cermat Perencanaan yang cermat ini pada hakekatnya menyangkut skenario tindakan-tindakan apa saja yang akan dicobakan. dalam penelitian itu, persoalan mana yang harus dipecahkan terlebih dahulu, kelas mana yang harus dilibatkan, rekan guru mana yang harus dilibatkan dalam penelitian itu, kepada siapa harus meminta bantuan konsultasi, dsb. Pendek kata, semua kegiatan yang harus dilakukan dalam skenario penelitian harus direncanakan secara teliti, cermat dan tuntas. MTSN JANAPRIA, MTSN JANAPRIA, MTSN JANAPRIA
3. Susunlah jadwal yang realistik :
Penelitian tindakan kelas melibatkan siswa untuk berpartisipasi dalam mencoba berbagai tindakan dalam penelitian dengan melalui beberapa putaran (siklus). Oleh sebab itu guru harus menentukan jadwal dari setiap tindakan yang dicobakan serealistik mungkin. Artinya, jangan sampai terjadi penjadwalan yang tidak sesuai dengan: tuntutan kurikulum, rentang masa belajar siswa secara formal di sekolah (misalnya: semester I, semester II), jadwal mata pelajaran setiap hari, dsb. Untuk menghindari kegagalan dalam penjadwalan perlu juga disusun jadwal yang ideal dan jadwal yang agak lebih longgar agar jika terjadi kemelesetan implementasi suatu tindakan dalam suatu putaran dapat diantisipasi sejak awal. MTSN JANAPRIA, MTSN JANAPRIA
4. Libatkan pihak lain
Dalam melakukan penelitian tindakan guru perlu melibatkan pihak lain agar kesahihan tindakan-tindakan yang dicobakan dapat dijaga. Penelitian tindakan lebih memiliki jiwa atau sifat melibatkan pihak lain bukannya sebuah penelitian pada orang lain. Oleh sebab itu keterlibatan pihak lain seperti guru lain, siswa, kepala sekelah, pengawas, harus dipandang sebagai mitra kerja dalam rangka pelaksanaan penelitian tindakan kelas.
5. Buatlah pihak lain yang terkait terinformasi
Dalam melakukan penelitian tindakan kelas guru perlu menginformasikan kegiatan-kegiatan yang akan dicobakan dalam penelitian itu kepada pihak-pihak lain yang terkait. Tujuan utama untuk melakukan hal ini ialah agar tindakan dalam penelitian itu tidak dianggap sebagai kegiatan yang subversif, menggoyahkan tradisi yang sudah mapan. Jika guru akan mencobakan tindakan-tindakan tertentu dalam proses pembelajaran, kepala sekolah, guru lain, orangtua perlu diberitahu akan hal ltu. Hal ini perlu dilakukan agar guru sebagai peneliti akan mendapatkan dukungan baik secara administratif, psikologis, maupun dukungan profesional.
6. Ciptakan sistem umpan balik
Dalam melakukan penelitian tindakan kelas guru perlu menciptakan sistem umpan balik. Sistem ini sebenarnya merupakan bagian penting dari proses pembelajaran. Oleh sebab itu dalam penelitian tindakan kelas peneliti (guru) perlu segera memberitahukan hasil penelitiannya kepada pihak lain yang terkait agar memungkinkan baginya mendapa.kan umpan balik. Sistem umpan balik sangat penting untuk diciptakan agar peneliti memperoleh masukan yang bersifat korektif, dan atau bahkan dapat memperbaiki arah penelitian selanjutnya jika penelitian itu masih berada pada putaran-putaran awal. MTSN JANAPRIA, MTSN JANAPRIA, MTSN JANAPRIA
7. Buatlah jadwal penulisan
Sejak awal peneliti perlu membuat jadwal penulisan hasil penelitian baik secara formal maupun informal. Dengan menuliskan terhadap semua proses, kegiatan, dan hasil penelitian tindakan kelas, berarti akan memungkinkan bagi peneliti untuk memiliki gagasan yang lebih jelas tentang apa yang sedang dan akan terjadi. Dengan demikian peneliti atau guru akan semakin memahami secara tuntas terhadap proses pembelajaran yang sedang diperbaikinya melalui penelitian tindakan kelas. Di samping sebenarnya peneliti juga perlu memikirkan kriteria keberhasilan tindakan yang dirancang untuk perbaikan proses dan atau produk pembelajaran. Oleh sebab itu lahgkah penetapan kriteria keberhasilan juga perlu dipikirkan oleh para mitra dan guru yang secara kolaboratif ingin melakukan penelitian tindakan-kelas. Penetapan kriteria ini sangat penting untuk dipikirkan agar setelah melakukan penelitian tindakan kelas guru akhirnya tahu bagaimana cara melihat keberhasilan yang diakibatkan oleh adanya penelitian tindakan kelas yang secara kolaboratif telah mereka lakukan.
E.Bentuk-Bentuk Penelitian Tindakan Kelas
Bentuk penelitian tindakan oleh Oja dan Smulyan (1989) dibedakan atas empat bentuk penelitian tindakan, yaitu:
1. Guru sebagai peneliti
2. Penelitian Tindakan Kolaboratif
3. Simultan-Terintegrasi
4. Adminstrasi Sosial Eksperimental.
(Bentuk PTK untuk sekolah dapat mengadopsi dari pengelompokan Oja dan Smulyan.)
Pada bentuk penelitian tindakan kelas yang memandang guru sebagai peneliti memiliki ciri penting yaitu sangat berperannya guru itu sendiri dalam proses penelitian tindakan kelas. Dalam bentuk ini tujuan utama penelitian tindakan kelas ialah untuk meningkatkan praktek-praktek pembelajaran di kelas di mana guru terlibat secara penuh dalam proses perencanaan, aksi (tindakan), dan refleksi. Dalam bentuk penelitian yang demikian, guru mencari problema sendiri untuk dipecahkan melalui penelitian tindakan kelas jika melibatkan pihak lain pada penelitian seperti ini, peranannya tidak dominan. Sebaliknya keterlibatan pihak lain dari luar hanya bersifat konsultatif dalam mencari dan mempertajam persoalan-persoalan pembelajaran yang dihadapi oleh guru yang sekiranya layak untuk dipecahkan melalui penelitian tindakan kelas. Jadi dalam bentuk penelitian tindakan: Guru Sebagai Peneliti, peran pihak luar sangat ke-cii dalam proses penelitian itu.
Pada bentuk yang kedua, Penelitian Tindakan Kelas Kolaboratif, melibatkan beberapa pihak baik guru/ kepala sekolah, maupun dosen secara serentak dengan tujuan untuk meningkatkan praktek pembelajaran, menyumbang pada perkembangan teori, dan peningkatan karier guru. Model Penelitian tindakan seperti ini selalu dirancang dan dilaksanakan oleh tim yang terdiri dari guru, dosen perguruan tinggi dan atau kepala sekolah. Hubungan antara guru dan dosen bersifat kemitraan, sehingga mereka dapat duduk bersamat untuk memikirkan persoalan-persoalan yang akan diteliti melalui penelitian tindakan kelas yang kolaboratif. Dalam proses penelitian seperti ini bukan pihak luar semata yang bertindak sebagai inovator. Guru juga dapat melakukannya melalui bekerja sama dengan dosen perguruan tinggi. Dengan suasana bekerja seperti itu guru dan dosen dapat saling belajar dan saling mengisi terhadap proses peningkatan profesionalisme masing-masing. MTSN JANAPRIA
Pada bentuk ketiga, Simultan Terintegrasi, tujuan utama diadakannya penelitian tindakan ialah untuk dua hal sekaligus memecahkan persoalan praktis dalam pembelajaran, dan untuk menghasilkan pengetahuan yang ilmiah dalam bidang pembelajaran di kelas. Dalam bentuk penelitian tindakan yang demikian, guru dilibatkan pada proses penelitian kelasnya terutama pada aspek aksi dan refleksi terhadap praktek-praktek pembelajaran di kelas. Meskipun demikian, persoalan-persoalan pembelajaran yang diteliti datang dan diidentifikasi oleh peneliti dari luar. Jadi dalam bentuk ini guru bukan pencetus gagasan terhadap persoalan apa yang harus diteliti daiam kelasnya sendiri, sehingga guru bukan inovator dalam penelitian ini. Sebaliknya yang mengambil posisi inovator adalah peneliti lain di luar guru. MTSN JANAPRIA, MTSN JANAPRIA, MTSN JANAPRIA
Pada bentuk penelitian tindakan kelas yang terakhir, Administrasi Sosial Eksperimental, lebih menekankan dampak kebijakan dan praktek. Meskipun demikian dalam bentuk ini guru tidak dilibatkan dalam perencanaan, aksi, dan refleksi terhadap praktek pembelajarannya sendiri di dalam kelas. Jadi guru tidak banyak memberikan masukan pada proses penelitian yang berbentuk seperti ini. Tanggung jawab penuh penelitian tindakan terletak pada pihak luar, meskipun obyek peneiitian itu terletak di dalam kelasnya seorang guru tertentu. Dalam bentuk ini peneliti bekerja atas dasar hipotesis tertentu, kemudian melakukan berbagai bentuk tes dalam sebuah eksperimen.
F. Refleksi Paradigmatik Penelitian Tindakan
Setiap guru perlu ada keacuhan terhadap sempurnanya kerja. Selalu ada upaya berfikir reflektif, ada kejernihan fikiran untuk mengadakan reconnaissance, pengenalan kernbali rincinya agar dapat menyermpurnakan pekerjaan. Guru berpendidikan tinggi, termasuk guru pada semua jenis dan jenjang pendidikan masa depan perlu memiliki keacuhan pada tugas kerjanya. Rasa sayang dan berbahagia atas keberhasilan subyek didik asuhannya, dan sabar ulet atas masalah-masalah yang muncul atas anak asuhannya. Upaya untuk mencari terus agar lebih berhasil menurut Killion & Todnem merupakan reflection on action, in action, dan for action. Reflection on action terjadi ketika aksi telah dibuat dan ditelaah kembali. Reflection in action terjadi pada saat aksi dikerjakan diadakan telaah. Reflection for action terjadi pada saat memikirkan aksi mendatang dengan merefleksi yang lampau, yang berlangsung, dan ramalannya untuk yang akan datang. Siklus spiral berkelanjutan yang dimaksudkan dalam uraian tentang PTK secara keseluruhan adalah upaya berpikir reflektif on, in, dan for action serta mengadakan upaya tindakan berkelanjutan saat menjalankan kegiatan rutin mengajar, sekaligus mengembangkan, meneliti dan mengevaluasi. MTSN JANAPRIA, MTSN JANAPRIA
Secara lebih rinci dapat diketengahkan untuk memberi bobot dan makna secara terus menerus terhadap siklus spiral PTK yang berkelanjutan hendaknya setiap guru menyimak proses sebagai berikut : “dimulai dengan keacuhan terhadap tugas, sayang pada subyek binaannya, membuat refleksi on, in, dan for action, dan akhirnya mempribadi dalam tugas.”
Sifat dasar peneliti tindakan adalah: yang bersangkutan adalah pengelola dan pelaksana rutin sesuatu kegiatan, terutama sebagai guru di kelas. Tugas utamanya: membuat pembelajaran di sekolah jalan dan berhasil secara optimal. Bila semua itu dilakukan oleh tenaga-tenaga profesional berpendidikan tinggi dan yang bersangkutan concern, memiliki perhatian dan upaya cukup untuk terus membuat perbaikan prestasi kerjanya, maka akan terjadi proses berkelanjutan untuk mengadakan perbaikan-perbaikan atau penyempurnaan atas kegiatan rutinnya. Dengan demikian tugas utama seorang pekerja terdidik dan profesional akan sekaligus mengerjakan tugas rutinnya selalu disertai dengan upaya untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas kinerjanya. Bila dua sifat itu: yaitu menjalankan rutin kerja dan concern terhadap kualitas kinerjanya, sambil dilengkapi dengan sifat watak seseorang peneliti dan sifat watak seorang yang selalu berupaya membuat evalusi atas semua kinerianya, maka lengkaplah sudah sifat watak seorang yang selalu berupaya mengadakan refleksi paradigmatik dalam model berfikir penelitian tindakan.
Dikatakan paradigmatik karena apapun yang dipikirkan dan apapun yang dikerjakan, dan apapun tujuan dan fungsi kegiatannya selalu saja mengacu pada pola: menjalankan tugas rutin, memperbaiki isi dan mutu tugas rutin, meneliti kegiatan, dan mengevaluasi kegiatan. Keempat kegiatan tersebut dikerjakan simultan, setidaknya dilakukan dalam satu siklus yang bolak-balik-interaktif, bukan bergantian, tetapi reflektif berkelanjutan.
Dikatakan reflektif karena proses mengobservasi emperi dan menyusun abstrak berlangsung mundar-mandir dan cepat, kadang muncul berfikir vertikal kadang horizontal. Refleksi paradigmatik penelitian tindakan adalah proses observasi, proses membuat abstraksi, proses merancangkan kegiatan atau tindakan, serta berkegiatan itu sendiri berproses cepat, diramu sekaligus dengan empat acuan: mengerjakan rutin, memperbaiki rutin, meneliti kegiatan, serta mengevaluasi kegiatan.
H. Analisis, refleksi, dan evaluasi dalam PTK
Satu hal mendasar yang perlu diperhatikan dalam evaluasi PTK, yaitu: guru jangan disibukkan pada evaluasi PTK, karena tugas utama guru adalah mengajar, dan mengupayakan perbaikan pembelajarannya. bukan meneliti dan mengevaluasi. Memang tugas utama guru adalah mengajar, memperbaiki proses pembelajaran, memantau proses pembelajaran, mencermati hasil-hasil pembelajaran, berupaya memperbaiki pembelajaran, agar siswa menjadi lebih sukses. Tetapi memperbaiki pembelajaran, mencermati hasil pembelajaran untuk menjawab permasalahan penelitian atau evaluasi penelitian tidak hanya oleh guru atau selalu dibebankan pada guru, kecuali bila PTK yang dilakukan mengambil bentuk guru sebagai peneliti. Dengan demikian berarti ada dua kemunmgkinan jawaban untuk membuat analisis, refleksi, dan evaluasi pada PTK.
Pertama, bila digunakan bentuk guru sebagai peneliti, maka rancangkanlah model penelitian dan evaluasi yang sederhana perekaman dan analisisnya.
Kedua, bila digunakan bentuk PTK kolaboratif-partisipatotik instrumen penelitian dan evaluasinya perlu dirancang lebih cermat dan juga mungkin lebih canggih. Dan jangan membebankan tugas merekam dan menggunakan instrumen penelitian kepada guru, tetapi hendaknya dikerjakan oleh peneliti, dalam hal ini para mitra kerja (dosen/ahli dosen/pimpinan sekolah/pengawas/ guru lainnya).
Kriteria validitas penelitian tindakan terletak pada aplikatifnya atau berfungsinya tindakan untuk mengupayakan perbaikan atas masalah yang dihadapi. Dengan kriteria tersebut maka sebagai guru dapat membuktikan validitas penelitian berdasarkan data yang dapat menjadi bukti bahwa tindakan pembelajaran guru berhasil meningkatkan prestasi belajar siswa, misalnya. Eksplisitasi kriteria tersebut di maksudkan agar guru tidak terbebani tugas lain, kecuali tugas meningkatkan profesionalitasnya sebagai guru. Tugas guru meningkatkan profesionalitas berujud upaya berkelanjutan mengadakan analisis. refleksi, dan evaluasi agar terjadi perbaikan pembelajaran. Tujuan pertama penelitian tindakan bukan pengembangan ilmu, melainkan memecahkan permasalahan tindakan, agar diperoleh hasil tindakan yang lebih baik. Kriteria validitasnya adalah berhasilnya tindakan memecahkan permasalahan tindakan.
I. Refleksi Kepribadian Guru
Perlu disadari oleh para guru bahwa PTK dapat membantu para guru untuk mengembangkan profesionalitas guru lewat pencermatan berkelanjutan tentang upaya pembelajaran. Melalui analisis, refleksi, serva evaluasi atas upaya pembelajaran yang dilakukan, guru juga dapat terbantu untuk mengembangkan kepribadiannya. Bila anda sebagai guru dalam menganalisis, merefleksi, dan mengevaluasi menggunakan juga cara berfikir horizontal divergen, anda akan menemukan bahwa konteks dan masalah pembelajaran serta proses memperbaikinya, di samping terkait pada siswa (inteligensinya, minatnya, sarana belajarnya) juga terkait pada gurunya, mungkin juga pribadinya. Guru yang ingin sehat mentalnya perlu banvak meretrospeksi masalah di kelasnya, bukan mustahil sebahagian masalah terdapat peran dominan guru yang dapat menimbulkan stress pada siswa, menimbulkan antipati. atau lainnya. Di sisi lain banyak orang sukses yang bercerita tentang peran pribadi gurunya. Bagaimana sebaiknya komitmen pribadi guru dalam dan lewat PTK ?
1. Guru harus tampil mempribadi
Ajaran teknologi yang memposisikan guru sebagai fasilitator dalam CBSA, memang memberi penekanan dan aksentuasi perlunya peran aktif siswa. Namun juga perlu secara hakiki guru perlu tampil mempribadi. Peran guru sebagai peneliti yang merancang penelitian dapat disamakan dengan peran sebagai sutradara, dan peran guru yang pelaksana dan memperbaiki pembelajaran berkelanjutan dapat dianggap sebagai aktor. Aktor yang baik adalah aktor yang tampil mempribadi, menghayati perannya dengan baik. Sutradara yang baik adalah sutradara yang dapat memandu aktor untuk berperan sebagaimana yang diskenariokan. Kalau aktor selalu dependen pada sutradaranya, berarti aktor tersebut belum mempribadi. Demikian pula guru. Bila guru selalu ragu terhadap upaya memperbaiki pembelajaran dan tergantung pada perancang atau mitra dalam penelitiannya, berarti guru tersebut belum tampil mempribadi. Sebaliknya bila guru berjalan sendiri, mandiri, dan peneliti lain yang menjadi mitra (guru lain, dosen, kepala sekolah dan pihak lain) tidak ada intervensi atau masukan pada guru, maka peneliti tidak tampil mempribadi. Peneliti dapat dipandang tampil mempribadi karena desain dapat berjalan, masukan wawasan dan teori serta referensi dari peneliti dapat memberi nuansa penelitiannya.
Bagaimana membuat agar sutradara dan pribadi aktor tampil mempribadi dalam PTK ? Syaratnya adalah harus selalu bertemu dan berdiskusi, saling memberi masukan, serta mengembangkan hubungan kolegial, bukan birokratik. Hubungan kolegial akan banyak menciptakan iklim lebih terbuka, ikhlas memberi urunan, dan ada upaya saling menopang dan menunjang.
2. Jenjang dalam siklus spiral keacuhan profesional guru sebagai pelaksana PTK
Adalah sangat penting dan menarik apa yang diketengahkan Kiliion & Todnem tentang refleksi profesional seorang guru dalam menerapkan dan melaksanakan PTK. Refleksi profesional guru dalam siklus-spiral berkelanjutan tidak dicermati pada dataran teknis operasional pelaksanaan PTK saja. Seluruh uraian tentang proses dan prosedur tentang PTK mengetengahkan gambaran siklus spiral berkelanjutan untuk memperbaiki proses pembelaiaran. Bagaimana dampaknya siklus spiral PTK bagi keacuhan profesional guru terutama dari sisi kepribadian guru?
Siklus spiral kepribadian guru atau juga disebut siklus spiral keacuhan profesional janganlah digambarkan berlangsung sebagaimana siklus spiral pembelajaran. Siklus spiral keacuhan profesional guru berlangsung sepanjang hayat guru itu sendiri. Ada yang dapat menjangkau jenjang akhir lebih cepat, ada yang lambat, dan mungkin juga cukup banyak yang tidak sampai menjangkau jenjang cukup tinggi. Jenjang tersebut bila diringkaskan menjadi sebagai berikut.
Jenjang pertama atau siklus spiral pertama adalah munculnya keacuhan pada tugas. Apakah setiap pribadi guru perlu acuh pada tugasnya. Apakah ada kira-kira guru yang tetap tidak acuh pada tugasnya sarnpai pensiunnya ? Semoga tidak ada.
Jenjang ke dua atau siklus kedua adalah: munculnya rasa sayang pada binaannya. Prihatin ketika siswanya tak berhasil, bangga ketika siswanya berhasil.
Jenjang ke tiga adalah reflection on, in, and for action. Ada telaah reflektif untuk pembelajaran yang telah dilakukan, ketika dilakukan, dan ketika merancang perbaikan selanjutnya.
Siklus ke empat adalah mempribadi dalam tugas. Bila seorang guru sudah menjadi mencintai protesinya, maka di manapun berada dan dalam posisi apapun dia berfikir dan berperilaku sebagai guru.
Siklus kelima tampil dalam pribadi yang tiada iri, tiada lain kecuali bangga bila binaannya sukses.
Pada siklus ke enam sampai siklus kesembilan mulai terkait dan menyatu antara pribadi guru dengan materi yang diajarkan. Seorang guru yang perkembangan pribadinya menjangkau siklus keenam ini tampil menjadi refleksi jenjang teknis. Ilmunya ditampilkan pada upayanya untuk membekalkan kemampuan-kemampuan teknis pada siswanya.
Pada siklus ke tujuh guru sebagai profesional ingin membekalkan konsep, bukan hanya kemampuan teknis. Guru ini telah menjangkau refleksi jenjang konsep.
Pada siklus ke delapan guru tampil lebih jauh lagi, yaitu dalam membekalkan pembelajaran pada binaannya menjangkau refleksi jenjang moral-etis.
Sedangkan siklus ke sembilan adalah tampilan guru yang konsep-konsepnya, teori-teorinya teiah membangun dirinya menjadi profesional yang memiliki konstruksi teori yang mempribadi.
Dapat diperkirakan bahwa deskripsi jenjang-jenjang tersebut mungkin belum terjangkau oleh guru, atau malahan mungkin belum tercerna. Tetapi setidaknya upayakan agar dapat menjangkau minimal jenjang ketiga. Jangan sampai jenjang pertamapun belum dapat menjangkaunya.
Perbedaan jenjang-jenjang antara yang keenam sampai kesembilan mungkin banyak dari guru yang sudah senior dan berpengalaman serta sudah lama menjadi guru belum menjangkaunya. Tidak perlu berkecil hati karena setidak-tidaknyanya lewat tekad melaksanakan PTK untuk peningkatan dan perbaikan pembelajaran, sebagai guru akan tergiring dan dipandu serta dibekali kemampuan untuk memacu diri berjalan ke arah mercu suar ke arah mana profesi kita semestinya kita kembangkan.
REFERENSI:
Chris Hendry cs, 1993. Human Resource Management
Claryce Evans, 1993, Support tor Teachers Studying Their Own Work
Cunningham, 1983, Gathering Data in a Changing Organization in School.
G.M.Sparks-Langer and A.M.Colton, Synthesis of Research on Teachers Reflective Thinking
Isodor Chein, cs, 1948. The field of Action Research
John Elliot, 1978, What is Action Research in School
J.P.Killon and G.R.Todnern, 1993 A Process for Personal Theory Building
John Losak & Cathy Morris, 1983, Integrating Research into Decision Making. Providing Examples for
an Informal Action Research Model
Karen E.Watkins, 1991, Validity in Action Research
Kemmis & Taggart, 1982, The Action Research Planner
M.Carrol Tamma and Kenneth Peterson, 1993, Achieving Reflectivity through Literature
M. Foster, 1972, An Introduction to the Theory and Practice of Action Reseorch in Work Organization
Paulo Freire, 1982, Creating Alternative Research Methods: Learning to Do It by Doing It
P.J.Palmer & E. Jacobson, Action Research: A New Style of Politics Education, and Ministry
Richard Sagor, 1993. What Project LEARN Reveals aboaut Collaborative Action Research
Stephen M.Corey, 1949. Action Research Fundamental Research and Educational Practices
Wilma S. Longstreet, 1 993, Action Research: A Paradigm.
William H.Wibel, 1991, Reflection through Writing
"Tulisan ini bermaksud untuk menggugah, menyadarkan, merangsang dan mendorong setiap guru melakukan penelitian tindakan kelas (PTK) secara kolaboratif dan bukan dimaksudkan untuk menggurui para guru “yang sudah berpengalaman”. Setiap guru diharapkan akan memiliki bekal wawasan awal untuk menuju ke wawasan dan pemahaman yang benar, lebih luas, dan dinamis tentang PTK. Agar dengan demikian, nantinya setiap guru memiliki kemampuan untuk melakukan penelitian tindakan kelas baik secara mandiri, terutama secara kolaboratif. Dengan melakukan penelitian tindakan kelas secara kolaboratif, guru dapat menciptakan kemitraan yang fungsional dan profesional dengan pihak-pihak lain yang berkompeten, sehingga pada akhirnya
A.Pengertian dan Karakteristik PTK
1.PengertianPTK adalah terjemahan dari bahasa Inggris “classroom action research”, yang saat ini sedang berkembang dengan pesatnya di negara-negara maju seperti Inggris, Amerika, Australia, Canada. Para ahli penelitian pendidikan akhir-akhir ini memberi perhatian yang cukup besar terhadap PTK, karena jenis penelitian ini mampu menawarkan cara dan prosedur baru untuk memperbaiki dan meningkatkan profesionalisme guru dalam proses belajar-mengajar di kelas dengan melihat berbagai indikator keberhasilan proses dan hasil pembelajaran yang terjadi pada siswa. McNiff (1999: 1) dalam bukunya yang berjudul Action Research Principles and Practice memandang PTK sebagai bentuk penelitian reflektif yang dilakukan oleh guru sendiri yang hasilnya dapat dimanfaatkan sebagai alat untuk pengembangan kurikulum, pengembangan sekolah, pengembangan keahlian mengajar, dan sebagai salah satu bentuk evaluasi diri guru. MTSN JANAPRIA
Dalam PTK guru dapat meneliti sendiri praktek pembelajaran yang ia lakukan di kelas. Dengan penelitian tindakan kelas, guru dapat melakukan penelitian terhadap siswa dilihat dari aspek interaksinya dalam proses pembelajaran Dalam PTK guru dan pihak lain/ahli kependidikan secara kolaboratif juga dapat melakukan penelitian terhadap proses dan atau produk pembelajaran secara reflektif di kelas. Yang paling penting, dengan melakukan penelitian tindakan guru dapat memperbaiki praktek-praktek pembelajaran menjadi lebih efektif.
Namun demikian, dapat muncul pertanyaan : “Haruskah guru mengorbankan proses pembelajaran demi melakukan PTK ?” Pada dasarnya tidak, karena justru dengan melakukan PTK guru akan dapat meningkatkan kualitas proses dan produk pembelajarannya. Penelitian tindakan kelas tidak harus membebani pekerjaan guru dalam kesehariannya. Jika guru melakukannya secara kolaboratif dengan dosen perguruan tinggi khususnya LPTK tentu hal itu tidak akan bertujuan untuk mengesampingkan tugas mengajar sehari-hari. Sebaliknya PTK dapat dilaksanakan secara terintegrasi dengan kegiatan sehari-hari. Oleh sebab itu guru tidak perlu risau dan takut terganggu dalam mencapai target kurikulernya jika akan melaksanakan PTK MTSN JANAPRIA
Penelitian tindakan kelas juga dapat menjembatani kesenjangan antara teori dan praktek pendidikan. Hal ini dapat terjadi karena setelah meneliti kegiatannya sendiri, di kelas sendiri dengan melibatkan siswa sendiri, melalui sebuah tindakan-tindakan yang direncanakan, dilaksanakan, dan dievaluasi, guru akan memperoleh umpan balik yang sistematik mengenai apa yang selama ini selalu dilakukan dalam kegiatan belajar-mengajar. Dengan demikian guru dapat membuktikan apakah suatu teori belajar-mengajar dapat diterapkan dengan baik di kelas yang ia miliki. Jika sekiranya ada teori yang tidak cocok dengan kondisi kelasnya, melalui PTK guru dapat mengadaptasi teori yang ada untuk kepentingan proses dan atau produk pembelajaran yang lebih efektif, optimal, dan fungsional MTSN JANAPRIA,MTSN JANAPRIA,MTSN JANAPRIA,MTSN JANAPRIA
Dari sisi lain, dalam PTK, guru juga dapat melihat, merasakan, dan menghayati apakah praktek-praktek pembelajaran yang selama ini dilakukan memiliki efektivitas yang tinggi. Jika dengan penghayatannya itu guru dapat menyimpulkan bahwa praktek-praktek pembelajaran tertentu seperti: pemberian pekerjaan rumah siswa yang terlalu banyak, umpan balik yang bersifat verbal terhadap kegiatan siswa di kelas tidak efektif, cara bertanya guru kepada siswa di kelas tidak mampu merangsang siswa untuk berpikir, dan sebagainya, maka guru dapat merumuskan secara tentatif tindakan tertentu untuk memperbaiki keadaan tersebut dengan melalui prosedur PTK. MTSN JANAPRIA,MTSN JANAPRIA,MTSN JANAPRIA,MTSN JANAPRIA
Dari uraian di atas kita dapat mendefinisikan pengertian PTK secara lebih lugas. Secara singkat PTK dapat didefinisikan sebagai: “suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki dan atau meningkatkan praktek-praktek pembelajaran di kelas secara lebih profesional.” MTSN JANAPRIA,MTSN JANAPRIA,MTSN JANAPRIA
Oleh karena itu, PTK terkait erat dengan persoalan praktek pembelajaran sehari-hari yang dihadapi oleh guru. Sebagai contoh, jika guru menghadapi persoalan rendahnya minat baca siswa, sehingga kondisi ini sangat menghambat pencapaian tujuan kurikuler, maka guru dapat melakukan penelitian tindakan kelas agar minat baca siswa dapat ditingkatkan. Dengan penelitian tindakan kelas guru dapat mencoba berbagai tindakan yang berupa program pembelajaran tertentu seperti mencoba menggunakan bahan bacaan yang memiliki gambar dan ceritera yang menarik, memanfaatkan ceritera-ceritera lokal, menggunakan buku yang memiliki ceritera lucu, dan sebagainya. Dari program pembelajaran yang dirancang sebagai bentuk PTK akhirnya guru dapat memperbaiki persoalan rendahnya minat baca para siswanya. Sebaliknya. jika sebenarnya siswa telah memiliki minat baca yang tinggi, akan tetapi tidak dapat memanfaatkan bahan bacaan secara tepat, guru juga dapat melakukan PTK untuk mencari dan memilih terapi yang tepat terhadap kesalahan siswa dalam memanfaatkan bahan bacaan yang kurang fungsional.
2.Karakteristik PTK
Apa yang menjadi karakteristik penting bagi penelitian tindakan kelas ? Semua penelitian memang berupaya untuk memecahkan suatu problema. Di lihat dari segi problema yang harus dipecahkan, penelitian kelas memiliki karakteristik penting yaitu bahwa problema yanc diangkat untuk dipecahkan melalui PTK harus selalu berangkat dari persoalan praktek pembelajaran sehari-hari yang dihadapi oleh guru. Jadi PTK akan dapat dilaksanakan jika guru sejak awal memang menyadari adanya persoalan yang terkait dengan proses dan produk pembelajaran yang ia hadapi di kelas. Kemudian dari persoalan itu guru menyadari pentingnya persoalan tersebut untuk dipecahkan secara profesional.
Jika seorang guru merasa bahwa apa yang dia praktekkan sehari-hari di kelas tidak bermasalah, PTK tidak diperlukan lagi bagi guru tersebut. MTSN JANAPRIA,MTSN JANAPRIA
Persoalannya ialah tidak semua guru mampu melihat sendiri apa yang telah dilakukan bantuan orang lain untuk melihat apa yang selama ini dilakukan dalam proses belajar-mengajar di kelasnya. Dalam konteks seperti itu guru lain/dosen dan guru dapat duduk bersama, berdiskusi dengan guru untuk mencari dan merumuskan persoalan pembelajaran di kelas. Dengan demikian guru dan guru lain/dosen dapat melakukan penelitian tindakan kelas secara kolaboratif. Dari sinilah akan muncul kesadaran terhadap kemungkinan adanya banyak masalah yang diperbuat selama guru itu melaksanakan proses belajar-mengajar. Jika guru bersedia melakukan PTK secara kolaboratif dengan para dosen/guru lain, banyak manfaat yang akan diperolehnya baik secara profesional maupun secara fungsional dalam meningkatkan kariernya. Karya tulis ilmiah semakin diperlukan oleh guru di masa depan. Penelitian tindakan kelas secara kolaboratif akan mampu menawarkan peluang yang luas terhadap terciptanya karya tulis bagi guru sambil mengajar di kelas sesuai dengan rancangan PTK yang akan di kolaborasikan dengan para guru lain/dosen.
Karakteristik berikutnya dapat dilihat dari bentuk nyata kegiatan penelitian itu sendiri. Penelitian tindakan Relas memiliki karakteristik yang khas, yaitu adanya tindakan-tindakan (aksi) tertentu untuk memperbaiki proses belajar-mengajar di kelas. Tanpa tindakan tertentu suatu penelitian juga dapat dilakukan di dalam kelas, yang kemudian sering disebut dengan “penelitian kelas”. Misalnya, guru dapat melakukan penelitian mengenai tingkat keseringan siswa dalam membolos. MTSN JANAPRIA,MTSN JANAPRIA
Jika penelitian itu dilakukan tanpa disertai tindakan-tindakan tertentu, maka jenis penelitian yang dicontohkan itu bukan termasuk dalam penelitian tindakan kelas. Penelitian yang dicontohkan itu hanya sekedar ingin tahu, tidak ingin memperbaiki keadaan tingginya tingkat pembolosan siswa melalui tindakan-tindakan tertentu. Sebaliknya, jika dengan penelitian itu guru mencoba berbagai tindakan untuk mencegah terjadinya pembolosan, sehingga proses belajar-mengajar dapat berjalan dengan lebih baik dan efektif, baru penelitian itu termasuk dalam kategori penelitian tindakan kelas. Tindakan untuk mencegah tingginya pembolosan siswa mungkin dapat berbentuk diciptakannya sistem presensi yang dilakukan oleh siswa sendiri, mungkin dapat berbentuk pengalihan pengawasan secara kelompok oleh, dari dan untuk siswa sendiri, mungkin dapat diciptakan sistem ulangan harian pada hari-hari di mana siswa biasa melakukan tindakan membolos, dan sebagainya. Penelitian-penelitian kelas yang dilakukan dengan mencobakan berbagai tindakan seperti inilah yang menjadi karakteristik penting bagi PTK.
B.Tujuan Penelitian Tindakan Kelas
Tujuan melakukan penelitian tindakan kelas yang paling lugas adalah untuk peningkatan dan atau perbaikan praktek pembelajaran yang seharusnya dilakukan oleh guru. Saat ini masyarakat kita berkembang begitu cepat. Akibatnya tuntutan terhadap layanan pendidikan yang harus dilakukan oleh guru juga meningkat. Penelitian tindakan merupakan salah satu cara yang strategis bagi guru untuk meningkatkan dan atau memperbaiki layanan pendidikan bagi guru dalam konteks pembelajaran di kelas. Bahkan McNiff (1992) menegaskan bahwa dasar utama bagi dilaksanakannya Penelitian Tindakan Kelas adalah untuk perbaikan. Kata perbaikan di sini terkait dan memiliki konteks dengan proses pembelajaran. SABA DESA JANAPRIA
Tujuan itu dapat dicapai dengan melakukan berbagai tindakan alternatif dalam memecahkan berbagai persoalan pembelajaran di kelas. Oleh karena itu fokus penelitian tindakan kelas adalah terletak pada tindakan-tindakan alternatif yang direncanakan oleh guru, kemudian dicobakan, dan kemudian dievaluasi apakah tindakan-tindakan alternatif itu dapat digunakan untuk memecahkan persoalan pembelajaran yany sedang dihadapi oleh guru. Jika perbaikan dan peningkatan layanan profesional guru dalam konteks pembelajaran dapat terwujud berkat diadakannya penelitian tindakan kelas, ada tujuan penyerta yang juga dapat dicapai sekaligus dalam kegiatan penelitian itu. Tujuan penyerta apa itu ? Tujuan yang dapat dicapai ialah berupa terjadinya proses latihan dalam jabatan selama proses penelitian tindakan kelas itu berlangsung. Hal ini dapat terjadi karena tujuan utama Penelitian Tindakan Kelas adalah perbaikan dan peningkatan layanan pembelajaran.
Dengan demikian guru akan lebih banyak berlatih mengaplikasikan berbagai tindakan alternatif sebagai upaya untuk meningkatkan layanan pembelajaran, dari pada perolehan pengetahuan umum dalam bidang pendidikan yang dapat digeneralisasikan. Dengan kata lain, guru akan lebih banyak mendapatkan pengalaman tentang keterampilan praktek pembelajaran secara reflektif, dan bukannya bertujuan untuk mendapatkan ilmu baru dari penelitian tindakan kelas yang dilakukan itu. Borg (1986) juga menyebutkan secara eksplisit bahwa tujuan utama dalam penelitian tindakan ialah pengembangan keterampilan guru berdasarkan pada persoalan-persoalan pembelajaran yang dihadapi oleh guru di kelasnya sendiri, dan bukannya bertujuan untuk pencapaian pengetahuan umum dalam bidang pendidikan SABA DESA JANAPRIA
C.Manfaat Penelitian Tindakan Kelas
Akan diperoleh banyak manfaat dengan dilakukannya penelitian tindakan kelas. Hal itu antara lain dapat dilihat dan dikaji dalam beberapa komponen pendidikan dan atau pembelajaran di kelas. Kemanfaatan yang terkait dengan komponen pembelajaran antara lain mencakup: SABA DESA JANAPRIA
1. Inovasi pembelajaran,
2. Pengembangan kurikulum di tingkat sekolah dan di tingkat kelas,
3. Peningkatan profesionalisme guru
Dalam inovasi pembelajaran, guru perlu selalu mencoba untuk mengubah, mengembangkan, dan meningkatkan gaya mengajarnya agar ia mampu melahirkan model pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan kelasnya. Guru selalu berhadapan dengan siswa yang berbeda dari tahun ke tahun. Oleh sebab itu jika guru melakukan penelitian tindakan kelas dari kelasnya sendiri, dan berangkat dari persoalannya sendiri, kemudian menghasilkan solusi terhadap persoalan tersebut, maka secara tidak langsung ia telah terlibat dalam proses inovasi pembelajaran. Dengan cara seperti itu inovasi pembelajaran benar-benar berangkat dari realitas permasalahan yang dihadapi oleh guru dalam mengajar di kelas. Inovasi pembelajaran seperti ini dengan sendirinya akan jauh lebih efektif jika dibandingkan dengan penataran-penataran untuk tujuan yang serupa. Mengapa demikian ? Karena penataran tidak jarang berangkat dari teori yang belum tentu sesuai dengan kebutuhan guru secara individual bagi pemecahan persoalan pembelajaran di kelasnya. SABA DESA JANAPRIA
Sebaliknya, penelitian tindakan kelas akan selalu relevan dengan kebutuhan guru untuk mengadakan inovasi dalam proses pembelajaran. Di samping penelitian itu berangkat dari realitas kegiatan guru, dalam proses penelitian tindakan kelas sangat terbuka bagi guru untuk merumuskan masalahnya sendiri, meneliti sendiri, dan kemudian mengevaluasi sendiri bagi efektivitas model-model pembelajaran di kelasnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Rapoport (1970) antara lain yang menyatakan bahwa penelitian tindakan memiliki kepedulian terhadap pemecahan persoalan-persoalan praktik yang dihadapi oleh manusia dalam pekerjaannya sehari-hari.
Dari segi pengembangan kurikulum, dalam kaitan dengan peran guru sebagai pengembang kurikulum, penelitian tindakan kelas juga dapat dimanfaatkan secara efektif oleh guru. Guru kelas juga harus bertanggung jawab terhadap pengembangan kurikulum dalam sekolah dan atau kelas. Untuk kepentingan pengembangan kurikulum pada level kelas, penelitian tindakan kelas akan sangat bermanfaat jika digunakan sebagai salah satu sumber masukan. SABA DESA JANAPRIA, SABA DESA JANAPRIA
Hal ini menjadi demikian karena menurut Elliott (1992), proses reformasi kurikulum secara teoritik tidak netral. Sebaliknya, proses itu akan dipengaruhi oleh gagasan-gagasan yang saling berhubungan mengenai hakikat pendidikan, pengetahuan, dan pengajaran. Penelitian tindakan kelas dapat membantu guru untuk lebih dapat memahami hakikat tersebut secara empirik, dan bukan hanya sekedar pemahaman yang bersifat teoritik.
Jika penelitian tindakan kelas dilihat dari aspek profesionalisme guru dalam proses pembelajaran, memiliki manfaat yang sangat penting. Guru yang profesional tentu tidak enggan melakukan perubahan-perubahan dalam praktek pembelajarannya sesuai dengan kondisi kelasnya. Penelitian tindakan kelas merupakan salah satu media yang dapat digunakan oleh guru untuk memahami apa yang terjadi di kelas, dan kemudian meningkatkannya menuju ke arah perbaikan-perbaikan secara profesional. Bahkan dalam konteks profesionalisme guru, McNiff (1992: 9)
menyatakan bahwa dalam penelitian tindakan kelas guru ditantang untuk memiliki keterbukaan terhadap pengalaman dan proses-proses pembelajaran yang baru. Dengan demikian tindakan-tindakan dalam penelitian tindakan kelas juga merupakan pendidikan bagi guru. Keterlibatan guru dalam penelitian tindakan kelas, oleh karenanya, akan secara tidak langsung dapat meningkatkan profesionalisme guru dalam proses pembelajaran. SABA DESA JANAPRIA, SABA DESA JANAPRIA
Guru yang profesional perlu melihat dan menilai sendir secara kritis terhadap praktek pembelajarannya di kelas. Dengan melihat unjuk kerjanya sendiri, kemudian direfleksikan, dan lalu diperbaiki, guru pada akhirnya akan mendapat otonomi secara profesional. Konsep penting dalam pendidikan ialah selalu adanya upaya perbaikan dari waktu ke waktu pada proses pembelajaran. Perbaikan pembelajaran yang dapat dilakukan akibat dari diadakannya penelitian tindakan kelas akan memungkinkan bagi guru, sebagai peneliti dalam penelitian tindakan kelas, untuk meningkatkan profesionalismenya secara sistematik dan sistemik.
D Penerapan Penelitian Tindakan Kelas
Bila guru akan menerapkan penelitian tindakan kelas, bagaimana memulainya. Perlukah penelitian tindakan kelas dilakukan di kelas tempat guru yang bersangkutan mengajar? Faktor utama yang harus dimiliki guru ialah perasaan ketidakpuasan terhadap praktek pembelajaran yang selama ini dilakukan. Manakala guru selalu merasa puas dengan apa yang ia lakukan dalam proses pembelajaran di kelasnya, meskipun sebenarnya terdapat beberapa atau bahkan banyak hambatan diaIami dalam proses itu, sulit kiranya bagi guru untuk memunculkan pertanyaan seperti di atas, yang kemudian dapat menggiring dimulainya sebuah PTK. leh sebab itu agar guru dapat menerapkan penelitian tindakan kelas dalam upayanya untuk memperbaiki dan atau meningkatkan layanan pembelajaran secara lebih profesional, ia dituntut keberaniannya untuk mengatakan secara jujur kepada dirinya sendiri mengenai sisi-sisi lemah yang dimiliki dalam proses pembelajaran di kelas. Dengan kata lain guru harus mampu merefleksi, merenung, berpikir balik, terhadap apa saja yang telah dilakukan dalam proses pembelajaran dalam rangka mengidentifikasi sisi-sisi lemah yang mungkin ada. Dalam proses perenungan itu mungkin guru akan menemukan kelemahan-kelemahan praktek pembelajaran yang selama ini selalu dilakukannya tanpa disadari. SABA DESA JANAPRIA, SABA DESA JANAPRIA, SABA DESA JANAPRIA
Sebagai contoh dalam perenungan itu akhirnya guru menyadari bahwa anak didiknya selalu mengalami kesulitan untuk belajar bilangan pecahan. Di lihat dari pencapaian hasil belajar para siswa selalu mendapatkan nilai yang amat jelek pada penjumlahan dan pengurangan bilangan pecahan. Untuk mengatasi persoalan ini guru dapat melakukan penelitian tindakan kelas dengan mencoba berbagai alternatif model pembelajaran agar siswa dapat belajar bilangan pecahan dengan lebih mudah. Model pembelajaran yang perlu dicobakan dalam penelitian tindakan kelas itu mungkin dapat menggunakan gambar (diagram) yang dibagi-bagi menurut pecahan tertentu, atau mungkin dapat menggunakan alat peraga dari benda lunak yang bentuknya teratur yang dapat dibagi-bagi sesuai dengan kaedah dan prinsip bilangan pecahan yang akan diajarkan. Dengan melakukan tindakan itu kemudian guru mengamati dan juga merefleksi kembali mengenai efektvitas tindakan-tindakan yang dicobakan dalam upayanya untuk mernudahkan siswa belajar bilangan pecahan. Dengan mencobakan itu akhirnya guru dapat menemukan model dan atau metoda mengajar bilangan pecahan yang paling tepat agar para siswa lebih mudah memahaminya. SABA DESA JANAPRIA, SABA DESA JANAPRIA, SABA DESA JANAPRIA
Begitu juga jika guru menghadapi kesulitan untuk menanamkan sikap disiplin pada anak didik, penelitian tindakan kelas dapat dimanfaatkan untuk mengatasi permasalahan ini. Dalam penelitian itu mungkin guru dapat mencoba dengan berbagai tindakan seperti menciptakan sistem reward (hadiah) bagi siswa yang dapat menegakkan disiplin; atau mungkin guru dapat mencoba tindakan berupa latihan-latihan gerakan yang disertai dengan nyanyian-nyanyian yang memiliki pesan nilai-nilai kedisiplinan, dan sebagainya. Pendek kata penelitian tindakan kelas dapat dimanfaatkan guru untuk memperbaiki persoalan-persoalan praktek pembelajaran di kelasnya sendiri. Dengan pemanfaatan penelitian tindakan kelas guru akhirnya dapat menemukan solusinya berupa tindakan-tindakan yang paling efektif untuk memecahkan persoalan pembelajaran yang dihadapinya. Agar dapat mengoptimalkan penerapan penelitian kelas bagi perbaikan proses pembelajaran, guru perlu memulainya sedini mungkin begitu merasakan adanya persoalan-persoalan dalam proses pembelajaran. Untuk dapat segera memulai dan menerapkan penelitian tindakan kelas, ada petunjuk praktis dari McNiff yang perlu kita perhatikan, yaitu:
1. Berangkatlah dari persoalan yang kecil dahulu.
Jika proses pembelajaran dapat meliputi perencanaan, implementasi, dan evaluasi, ambilah salah satu aspek atau bahkan bagian dari salah satu aspek pembelajaran tersebut. Sebagai contoh, guru dapat melakukan penelitian tindakan dalam aspek perencanaan pembelajaran: cara mengkomuikasikan silabi kepada siswa, menentukan tujuan belajar bagi mata pelajaran tertentu, penjadwalan mata pelajaran tertentu, dsb. Dalam aspek implementasi perencanaan pembelajaran guru dapat melakukan penelitian tindakan kelas dengan berbagai persoalan kecil seperti: peningkatan kualitas bertanya guru kepada siswa, relevansi metode dengan materi ajar, persoalan pengelompokan siswa untuk kepentingan pembelajaran di kelas, dsb.
2. Rencanakan penelitian tindakan itu secara cermat .
Penerapan penelitian tindakan kelas untuk perbaikan proses pembelajaran harus direncanakan secara cermat Perencanaan yang cermat ini pada hakekatnya menyangkut skenario tindakan-tindakan apa saja yang akan dicobakan. dalam penelitian itu, persoalan mana yang harus dipecahkan terlebih dahulu, kelas mana yang harus dilibatkan, rekan guru mana yang harus dilibatkan dalam penelitian itu, kepada siapa harus meminta bantuan konsultasi, dsb. Pendek kata, semua kegiatan yang harus dilakukan dalam skenario penelitian harus direncanakan secara teliti, cermat dan tuntas. MTSN JANAPRIA, MTSN JANAPRIA, MTSN JANAPRIA
3. Susunlah jadwal yang realistik :
Penelitian tindakan kelas melibatkan siswa untuk berpartisipasi dalam mencoba berbagai tindakan dalam penelitian dengan melalui beberapa putaran (siklus). Oleh sebab itu guru harus menentukan jadwal dari setiap tindakan yang dicobakan serealistik mungkin. Artinya, jangan sampai terjadi penjadwalan yang tidak sesuai dengan: tuntutan kurikulum, rentang masa belajar siswa secara formal di sekolah (misalnya: semester I, semester II), jadwal mata pelajaran setiap hari, dsb. Untuk menghindari kegagalan dalam penjadwalan perlu juga disusun jadwal yang ideal dan jadwal yang agak lebih longgar agar jika terjadi kemelesetan implementasi suatu tindakan dalam suatu putaran dapat diantisipasi sejak awal. MTSN JANAPRIA, MTSN JANAPRIA
4. Libatkan pihak lain
Dalam melakukan penelitian tindakan guru perlu melibatkan pihak lain agar kesahihan tindakan-tindakan yang dicobakan dapat dijaga. Penelitian tindakan lebih memiliki jiwa atau sifat melibatkan pihak lain bukannya sebuah penelitian pada orang lain. Oleh sebab itu keterlibatan pihak lain seperti guru lain, siswa, kepala sekelah, pengawas, harus dipandang sebagai mitra kerja dalam rangka pelaksanaan penelitian tindakan kelas.
5. Buatlah pihak lain yang terkait terinformasi
Dalam melakukan penelitian tindakan kelas guru perlu menginformasikan kegiatan-kegiatan yang akan dicobakan dalam penelitian itu kepada pihak-pihak lain yang terkait. Tujuan utama untuk melakukan hal ini ialah agar tindakan dalam penelitian itu tidak dianggap sebagai kegiatan yang subversif, menggoyahkan tradisi yang sudah mapan. Jika guru akan mencobakan tindakan-tindakan tertentu dalam proses pembelajaran, kepala sekolah, guru lain, orangtua perlu diberitahu akan hal ltu. Hal ini perlu dilakukan agar guru sebagai peneliti akan mendapatkan dukungan baik secara administratif, psikologis, maupun dukungan profesional.
6. Ciptakan sistem umpan balik
Dalam melakukan penelitian tindakan kelas guru perlu menciptakan sistem umpan balik. Sistem ini sebenarnya merupakan bagian penting dari proses pembelajaran. Oleh sebab itu dalam penelitian tindakan kelas peneliti (guru) perlu segera memberitahukan hasil penelitiannya kepada pihak lain yang terkait agar memungkinkan baginya mendapa.kan umpan balik. Sistem umpan balik sangat penting untuk diciptakan agar peneliti memperoleh masukan yang bersifat korektif, dan atau bahkan dapat memperbaiki arah penelitian selanjutnya jika penelitian itu masih berada pada putaran-putaran awal. MTSN JANAPRIA, MTSN JANAPRIA, MTSN JANAPRIA
7. Buatlah jadwal penulisan
Sejak awal peneliti perlu membuat jadwal penulisan hasil penelitian baik secara formal maupun informal. Dengan menuliskan terhadap semua proses, kegiatan, dan hasil penelitian tindakan kelas, berarti akan memungkinkan bagi peneliti untuk memiliki gagasan yang lebih jelas tentang apa yang sedang dan akan terjadi. Dengan demikian peneliti atau guru akan semakin memahami secara tuntas terhadap proses pembelajaran yang sedang diperbaikinya melalui penelitian tindakan kelas. Di samping sebenarnya peneliti juga perlu memikirkan kriteria keberhasilan tindakan yang dirancang untuk perbaikan proses dan atau produk pembelajaran. Oleh sebab itu lahgkah penetapan kriteria keberhasilan juga perlu dipikirkan oleh para mitra dan guru yang secara kolaboratif ingin melakukan penelitian tindakan-kelas. Penetapan kriteria ini sangat penting untuk dipikirkan agar setelah melakukan penelitian tindakan kelas guru akhirnya tahu bagaimana cara melihat keberhasilan yang diakibatkan oleh adanya penelitian tindakan kelas yang secara kolaboratif telah mereka lakukan.
E.Bentuk-Bentuk Penelitian Tindakan Kelas
Bentuk penelitian tindakan oleh Oja dan Smulyan (1989) dibedakan atas empat bentuk penelitian tindakan, yaitu:
1. Guru sebagai peneliti
2. Penelitian Tindakan Kolaboratif
3. Simultan-Terintegrasi
4. Adminstrasi Sosial Eksperimental.
(Bentuk PTK untuk sekolah dapat mengadopsi dari pengelompokan Oja dan Smulyan.)
Pada bentuk penelitian tindakan kelas yang memandang guru sebagai peneliti memiliki ciri penting yaitu sangat berperannya guru itu sendiri dalam proses penelitian tindakan kelas. Dalam bentuk ini tujuan utama penelitian tindakan kelas ialah untuk meningkatkan praktek-praktek pembelajaran di kelas di mana guru terlibat secara penuh dalam proses perencanaan, aksi (tindakan), dan refleksi. Dalam bentuk penelitian yang demikian, guru mencari problema sendiri untuk dipecahkan melalui penelitian tindakan kelas jika melibatkan pihak lain pada penelitian seperti ini, peranannya tidak dominan. Sebaliknya keterlibatan pihak lain dari luar hanya bersifat konsultatif dalam mencari dan mempertajam persoalan-persoalan pembelajaran yang dihadapi oleh guru yang sekiranya layak untuk dipecahkan melalui penelitian tindakan kelas. Jadi dalam bentuk penelitian tindakan: Guru Sebagai Peneliti, peran pihak luar sangat ke-cii dalam proses penelitian itu.
Pada bentuk yang kedua, Penelitian Tindakan Kelas Kolaboratif, melibatkan beberapa pihak baik guru/ kepala sekolah, maupun dosen secara serentak dengan tujuan untuk meningkatkan praktek pembelajaran, menyumbang pada perkembangan teori, dan peningkatan karier guru. Model Penelitian tindakan seperti ini selalu dirancang dan dilaksanakan oleh tim yang terdiri dari guru, dosen perguruan tinggi dan atau kepala sekolah. Hubungan antara guru dan dosen bersifat kemitraan, sehingga mereka dapat duduk bersamat untuk memikirkan persoalan-persoalan yang akan diteliti melalui penelitian tindakan kelas yang kolaboratif. Dalam proses penelitian seperti ini bukan pihak luar semata yang bertindak sebagai inovator. Guru juga dapat melakukannya melalui bekerja sama dengan dosen perguruan tinggi. Dengan suasana bekerja seperti itu guru dan dosen dapat saling belajar dan saling mengisi terhadap proses peningkatan profesionalisme masing-masing. MTSN JANAPRIA
Pada bentuk ketiga, Simultan Terintegrasi, tujuan utama diadakannya penelitian tindakan ialah untuk dua hal sekaligus memecahkan persoalan praktis dalam pembelajaran, dan untuk menghasilkan pengetahuan yang ilmiah dalam bidang pembelajaran di kelas. Dalam bentuk penelitian tindakan yang demikian, guru dilibatkan pada proses penelitian kelasnya terutama pada aspek aksi dan refleksi terhadap praktek-praktek pembelajaran di kelas. Meskipun demikian, persoalan-persoalan pembelajaran yang diteliti datang dan diidentifikasi oleh peneliti dari luar. Jadi dalam bentuk ini guru bukan pencetus gagasan terhadap persoalan apa yang harus diteliti daiam kelasnya sendiri, sehingga guru bukan inovator dalam penelitian ini. Sebaliknya yang mengambil posisi inovator adalah peneliti lain di luar guru. MTSN JANAPRIA, MTSN JANAPRIA, MTSN JANAPRIA
Pada bentuk penelitian tindakan kelas yang terakhir, Administrasi Sosial Eksperimental, lebih menekankan dampak kebijakan dan praktek. Meskipun demikian dalam bentuk ini guru tidak dilibatkan dalam perencanaan, aksi, dan refleksi terhadap praktek pembelajarannya sendiri di dalam kelas. Jadi guru tidak banyak memberikan masukan pada proses penelitian yang berbentuk seperti ini. Tanggung jawab penuh penelitian tindakan terletak pada pihak luar, meskipun obyek peneiitian itu terletak di dalam kelasnya seorang guru tertentu. Dalam bentuk ini peneliti bekerja atas dasar hipotesis tertentu, kemudian melakukan berbagai bentuk tes dalam sebuah eksperimen.
F. Refleksi Paradigmatik Penelitian Tindakan
Setiap guru perlu ada keacuhan terhadap sempurnanya kerja. Selalu ada upaya berfikir reflektif, ada kejernihan fikiran untuk mengadakan reconnaissance, pengenalan kernbali rincinya agar dapat menyermpurnakan pekerjaan. Guru berpendidikan tinggi, termasuk guru pada semua jenis dan jenjang pendidikan masa depan perlu memiliki keacuhan pada tugas kerjanya. Rasa sayang dan berbahagia atas keberhasilan subyek didik asuhannya, dan sabar ulet atas masalah-masalah yang muncul atas anak asuhannya. Upaya untuk mencari terus agar lebih berhasil menurut Killion & Todnem merupakan reflection on action, in action, dan for action. Reflection on action terjadi ketika aksi telah dibuat dan ditelaah kembali. Reflection in action terjadi pada saat aksi dikerjakan diadakan telaah. Reflection for action terjadi pada saat memikirkan aksi mendatang dengan merefleksi yang lampau, yang berlangsung, dan ramalannya untuk yang akan datang. Siklus spiral berkelanjutan yang dimaksudkan dalam uraian tentang PTK secara keseluruhan adalah upaya berpikir reflektif on, in, dan for action serta mengadakan upaya tindakan berkelanjutan saat menjalankan kegiatan rutin mengajar, sekaligus mengembangkan, meneliti dan mengevaluasi. MTSN JANAPRIA, MTSN JANAPRIA
Secara lebih rinci dapat diketengahkan untuk memberi bobot dan makna secara terus menerus terhadap siklus spiral PTK yang berkelanjutan hendaknya setiap guru menyimak proses sebagai berikut : “dimulai dengan keacuhan terhadap tugas, sayang pada subyek binaannya, membuat refleksi on, in, dan for action, dan akhirnya mempribadi dalam tugas.”
G. Hakikat fungsi guru dalam penelitian tindakan
Sifat dasar peneliti tindakan adalah: yang bersangkutan adalah pengelola dan pelaksana rutin sesuatu kegiatan, terutama sebagai guru di kelas. Tugas utamanya: membuat pembelajaran di sekolah jalan dan berhasil secara optimal. Bila semua itu dilakukan oleh tenaga-tenaga profesional berpendidikan tinggi dan yang bersangkutan concern, memiliki perhatian dan upaya cukup untuk terus membuat perbaikan prestasi kerjanya, maka akan terjadi proses berkelanjutan untuk mengadakan perbaikan-perbaikan atau penyempurnaan atas kegiatan rutinnya. Dengan demikian tugas utama seorang pekerja terdidik dan profesional akan sekaligus mengerjakan tugas rutinnya selalu disertai dengan upaya untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas kinerjanya. Bila dua sifat itu: yaitu menjalankan rutin kerja dan concern terhadap kualitas kinerjanya, sambil dilengkapi dengan sifat watak seseorang peneliti dan sifat watak seorang yang selalu berupaya membuat evalusi atas semua kinerianya, maka lengkaplah sudah sifat watak seorang yang selalu berupaya mengadakan refleksi paradigmatik dalam model berfikir penelitian tindakan.Dikatakan paradigmatik karena apapun yang dipikirkan dan apapun yang dikerjakan, dan apapun tujuan dan fungsi kegiatannya selalu saja mengacu pada pola: menjalankan tugas rutin, memperbaiki isi dan mutu tugas rutin, meneliti kegiatan, dan mengevaluasi kegiatan. Keempat kegiatan tersebut dikerjakan simultan, setidaknya dilakukan dalam satu siklus yang bolak-balik-interaktif, bukan bergantian, tetapi reflektif berkelanjutan.
Dikatakan reflektif karena proses mengobservasi emperi dan menyusun abstrak berlangsung mundar-mandir dan cepat, kadang muncul berfikir vertikal kadang horizontal. Refleksi paradigmatik penelitian tindakan adalah proses observasi, proses membuat abstraksi, proses merancangkan kegiatan atau tindakan, serta berkegiatan itu sendiri berproses cepat, diramu sekaligus dengan empat acuan: mengerjakan rutin, memperbaiki rutin, meneliti kegiatan, serta mengevaluasi kegiatan.
H. Analisis, refleksi, dan evaluasi dalam PTK
Satu hal mendasar yang perlu diperhatikan dalam evaluasi PTK, yaitu: guru jangan disibukkan pada evaluasi PTK, karena tugas utama guru adalah mengajar, dan mengupayakan perbaikan pembelajarannya. bukan meneliti dan mengevaluasi. Memang tugas utama guru adalah mengajar, memperbaiki proses pembelajaran, memantau proses pembelajaran, mencermati hasil-hasil pembelajaran, berupaya memperbaiki pembelajaran, agar siswa menjadi lebih sukses. Tetapi memperbaiki pembelajaran, mencermati hasil pembelajaran untuk menjawab permasalahan penelitian atau evaluasi penelitian tidak hanya oleh guru atau selalu dibebankan pada guru, kecuali bila PTK yang dilakukan mengambil bentuk guru sebagai peneliti. Dengan demikian berarti ada dua kemunmgkinan jawaban untuk membuat analisis, refleksi, dan evaluasi pada PTK.
Pertama, bila digunakan bentuk guru sebagai peneliti, maka rancangkanlah model penelitian dan evaluasi yang sederhana perekaman dan analisisnya.
Kedua, bila digunakan bentuk PTK kolaboratif-partisipatotik instrumen penelitian dan evaluasinya perlu dirancang lebih cermat dan juga mungkin lebih canggih. Dan jangan membebankan tugas merekam dan menggunakan instrumen penelitian kepada guru, tetapi hendaknya dikerjakan oleh peneliti, dalam hal ini para mitra kerja (dosen/ahli dosen/pimpinan sekolah/pengawas/ guru lainnya).
Kriteria validitas penelitian tindakan terletak pada aplikatifnya atau berfungsinya tindakan untuk mengupayakan perbaikan atas masalah yang dihadapi. Dengan kriteria tersebut maka sebagai guru dapat membuktikan validitas penelitian berdasarkan data yang dapat menjadi bukti bahwa tindakan pembelajaran guru berhasil meningkatkan prestasi belajar siswa, misalnya. Eksplisitasi kriteria tersebut di maksudkan agar guru tidak terbebani tugas lain, kecuali tugas meningkatkan profesionalitasnya sebagai guru. Tugas guru meningkatkan profesionalitas berujud upaya berkelanjutan mengadakan analisis. refleksi, dan evaluasi agar terjadi perbaikan pembelajaran. Tujuan pertama penelitian tindakan bukan pengembangan ilmu, melainkan memecahkan permasalahan tindakan, agar diperoleh hasil tindakan yang lebih baik. Kriteria validitasnya adalah berhasilnya tindakan memecahkan permasalahan tindakan.
I. Refleksi Kepribadian Guru
Perlu disadari oleh para guru bahwa PTK dapat membantu para guru untuk mengembangkan profesionalitas guru lewat pencermatan berkelanjutan tentang upaya pembelajaran. Melalui analisis, refleksi, serva evaluasi atas upaya pembelajaran yang dilakukan, guru juga dapat terbantu untuk mengembangkan kepribadiannya. Bila anda sebagai guru dalam menganalisis, merefleksi, dan mengevaluasi menggunakan juga cara berfikir horizontal divergen, anda akan menemukan bahwa konteks dan masalah pembelajaran serta proses memperbaikinya, di samping terkait pada siswa (inteligensinya, minatnya, sarana belajarnya) juga terkait pada gurunya, mungkin juga pribadinya. Guru yang ingin sehat mentalnya perlu banvak meretrospeksi masalah di kelasnya, bukan mustahil sebahagian masalah terdapat peran dominan guru yang dapat menimbulkan stress pada siswa, menimbulkan antipati. atau lainnya. Di sisi lain banyak orang sukses yang bercerita tentang peran pribadi gurunya. Bagaimana sebaiknya komitmen pribadi guru dalam dan lewat PTK ?
1. Guru harus tampil mempribadi
Ajaran teknologi yang memposisikan guru sebagai fasilitator dalam CBSA, memang memberi penekanan dan aksentuasi perlunya peran aktif siswa. Namun juga perlu secara hakiki guru perlu tampil mempribadi. Peran guru sebagai peneliti yang merancang penelitian dapat disamakan dengan peran sebagai sutradara, dan peran guru yang pelaksana dan memperbaiki pembelajaran berkelanjutan dapat dianggap sebagai aktor. Aktor yang baik adalah aktor yang tampil mempribadi, menghayati perannya dengan baik. Sutradara yang baik adalah sutradara yang dapat memandu aktor untuk berperan sebagaimana yang diskenariokan. Kalau aktor selalu dependen pada sutradaranya, berarti aktor tersebut belum mempribadi. Demikian pula guru. Bila guru selalu ragu terhadap upaya memperbaiki pembelajaran dan tergantung pada perancang atau mitra dalam penelitiannya, berarti guru tersebut belum tampil mempribadi. Sebaliknya bila guru berjalan sendiri, mandiri, dan peneliti lain yang menjadi mitra (guru lain, dosen, kepala sekolah dan pihak lain) tidak ada intervensi atau masukan pada guru, maka peneliti tidak tampil mempribadi. Peneliti dapat dipandang tampil mempribadi karena desain dapat berjalan, masukan wawasan dan teori serta referensi dari peneliti dapat memberi nuansa penelitiannya.
Bagaimana membuat agar sutradara dan pribadi aktor tampil mempribadi dalam PTK ? Syaratnya adalah harus selalu bertemu dan berdiskusi, saling memberi masukan, serta mengembangkan hubungan kolegial, bukan birokratik. Hubungan kolegial akan banyak menciptakan iklim lebih terbuka, ikhlas memberi urunan, dan ada upaya saling menopang dan menunjang.
2. Jenjang dalam siklus spiral keacuhan profesional guru sebagai pelaksana PTK
Adalah sangat penting dan menarik apa yang diketengahkan Kiliion & Todnem tentang refleksi profesional seorang guru dalam menerapkan dan melaksanakan PTK. Refleksi profesional guru dalam siklus-spiral berkelanjutan tidak dicermati pada dataran teknis operasional pelaksanaan PTK saja. Seluruh uraian tentang proses dan prosedur tentang PTK mengetengahkan gambaran siklus spiral berkelanjutan untuk memperbaiki proses pembelaiaran. Bagaimana dampaknya siklus spiral PTK bagi keacuhan profesional guru terutama dari sisi kepribadian guru?
Siklus spiral kepribadian guru atau juga disebut siklus spiral keacuhan profesional janganlah digambarkan berlangsung sebagaimana siklus spiral pembelajaran. Siklus spiral keacuhan profesional guru berlangsung sepanjang hayat guru itu sendiri. Ada yang dapat menjangkau jenjang akhir lebih cepat, ada yang lambat, dan mungkin juga cukup banyak yang tidak sampai menjangkau jenjang cukup tinggi. Jenjang tersebut bila diringkaskan menjadi sebagai berikut.
Jenjang pertama atau siklus spiral pertama adalah munculnya keacuhan pada tugas. Apakah setiap pribadi guru perlu acuh pada tugasnya. Apakah ada kira-kira guru yang tetap tidak acuh pada tugasnya sarnpai pensiunnya ? Semoga tidak ada.
Jenjang ke dua atau siklus kedua adalah: munculnya rasa sayang pada binaannya. Prihatin ketika siswanya tak berhasil, bangga ketika siswanya berhasil.
Jenjang ke tiga adalah reflection on, in, and for action. Ada telaah reflektif untuk pembelajaran yang telah dilakukan, ketika dilakukan, dan ketika merancang perbaikan selanjutnya.
Siklus ke empat adalah mempribadi dalam tugas. Bila seorang guru sudah menjadi mencintai protesinya, maka di manapun berada dan dalam posisi apapun dia berfikir dan berperilaku sebagai guru.
Siklus kelima tampil dalam pribadi yang tiada iri, tiada lain kecuali bangga bila binaannya sukses.
Pada siklus ke enam sampai siklus kesembilan mulai terkait dan menyatu antara pribadi guru dengan materi yang diajarkan. Seorang guru yang perkembangan pribadinya menjangkau siklus keenam ini tampil menjadi refleksi jenjang teknis. Ilmunya ditampilkan pada upayanya untuk membekalkan kemampuan-kemampuan teknis pada siswanya.
Pada siklus ke tujuh guru sebagai profesional ingin membekalkan konsep, bukan hanya kemampuan teknis. Guru ini telah menjangkau refleksi jenjang konsep.
Pada siklus ke delapan guru tampil lebih jauh lagi, yaitu dalam membekalkan pembelajaran pada binaannya menjangkau refleksi jenjang moral-etis.
Sedangkan siklus ke sembilan adalah tampilan guru yang konsep-konsepnya, teori-teorinya teiah membangun dirinya menjadi profesional yang memiliki konstruksi teori yang mempribadi.
Dapat diperkirakan bahwa deskripsi jenjang-jenjang tersebut mungkin belum terjangkau oleh guru, atau malahan mungkin belum tercerna. Tetapi setidaknya upayakan agar dapat menjangkau minimal jenjang ketiga. Jangan sampai jenjang pertamapun belum dapat menjangkaunya.
Perbedaan jenjang-jenjang antara yang keenam sampai kesembilan mungkin banyak dari guru yang sudah senior dan berpengalaman serta sudah lama menjadi guru belum menjangkaunya. Tidak perlu berkecil hati karena setidak-tidaknyanya lewat tekad melaksanakan PTK untuk peningkatan dan perbaikan pembelajaran, sebagai guru akan tergiring dan dipandu serta dibekali kemampuan untuk memacu diri berjalan ke arah mercu suar ke arah mana profesi kita semestinya kita kembangkan.
REFERENSI:
Chris Hendry cs, 1993. Human Resource Management
Claryce Evans, 1993, Support tor Teachers Studying Their Own Work
Cunningham, 1983, Gathering Data in a Changing Organization in School.
G.M.Sparks-Langer and A.M.Colton, Synthesis of Research on Teachers Reflective Thinking
Isodor Chein, cs, 1948. The field of Action Research
John Elliot, 1978, What is Action Research in School
J.P.Killon and G.R.Todnern, 1993 A Process for Personal Theory Building
John Losak & Cathy Morris, 1983, Integrating Research into Decision Making. Providing Examples for
an Informal Action Research Model
Karen E.Watkins, 1991, Validity in Action Research
Kemmis & Taggart, 1982, The Action Research Planner
M.Carrol Tamma and Kenneth Peterson, 1993, Achieving Reflectivity through Literature
M. Foster, 1972, An Introduction to the Theory and Practice of Action Reseorch in Work Organization
Paulo Freire, 1982, Creating Alternative Research Methods: Learning to Do It by Doing It
P.J.Palmer & E. Jacobson, Action Research: A New Style of Politics Education, and Ministry
Richard Sagor, 1993. What Project LEARN Reveals aboaut Collaborative Action Research
Stephen M.Corey, 1949. Action Research Fundamental Research and Educational Practices
Wilma S. Longstreet, 1 993, Action Research: A Paradigm.
William H.Wibel, 1991, Reflection through Writing
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar